"Cerita ini aneh penuh kejanggalan"
Terutama masalah tudingan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap  Putri Candrawathi yang berusia jauh diatasnya, dengan kedudukan profesional dan sosial juga sangat jauh diatasnya.
Mengapa tudingan pelecehan seksual  terhadap Putri oleh Brigadir J dianggap janggal?
Lazimnya, pola pelecehan seksual terjadi karena adanya kausa relasi kuasa bawahan kepada atasan atau si kuat terhadap si lemah apapun bentuknya Meskipun dalam situasi tertentu mungkin saja kejadian sebaliknya terjadi, itupun akan diklasifikasikan menjadi kejadian anomali.Apalagi dalam lingkup kerja hirarkis seperti di institusi Polri.
Susah membayangkan kejadian pelecehan seksual dari bawahan terhadap atasan bisa terjadi  dalam lingkungan seperti itu.
Apalagi secara spesifik dilakukan oleh seseorang berpangkat bintara terhadap istri seorang jenderal bintang dua, atasannya langsung, yang konon katanya sangat berkuasa seperti Irjen Pol Ferdy Sambo.
Logika publik seperti ini bukan hasil penerawangan gaib yang datang dari asumsi kosong tak berdasar, akan tetapi berasal dari logika yang berbasis akal sehat atau common sense.
Common sense ini merupakan salah satu device yang diberikan Sang Maha Pencipta kepada manusia sebagai bagian dari akan budi untuk mendeteksi kebenaran.
Tentu saja, logika tak selalu menjadi sebuah fakta tetapi  merupakan penyelarasan dari pengalaman dan data-data berbasis ilmu pengetahuan serta kesadaran yang dihimpun secara koheren sehingga menyuplai suatu hipotesis awal mengenai sesuatu hal.
Logika publik tak berhenti sampai disitu, karena publik terus mencari kejanggalan-kejanggalan lain, apalagi kemudian asupan informasi dari pihak Keluarga Brigadir J, Tim Kuasa Hukumnya, dan media mengalir deras, menguatkan jalan cerita logika publik tersebut.
Mulai dari kejanggalan cerita terjadinya "tembak menembak," antara Brigadir J dan Bharada E. Meskipun disebutkan Brigadir J menembak sebanyak 7 kali, tapi tak satu mengenai tubuh Bharada E.