Pemungutan suara berlangsung selama sepekan 25 Juni 2020 -1 Juli 2020 secara daring dengan alasan Pandemi Covid-19 di dua wilayah, Moskwa dan Nizhny Novgorod.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden dalam jajak pendapat itu agak disamarkan, agar rakyat Rusia  tak menyoroti hal tersebut secara berlebihan.
Informasi penting terkait hal tersebut, terbalut glorifikasi nilai-nilai keluarga kuno untuk menarik kaum konservatif.
Bungkus lain yang digunakan Putin adalah menjanjikan kenaikan upah minimum, perbaikan skema pemberian uang pensiun, reorganisasi Pemerintahan, konstitusionalitas mengenai keimanan, larangan pernikahan antar sesama gay.
Kemudian ada juga yang berhubungan dengan sisi patriotisme berupa pelestarian bahasa dan sejarah bangsa Rusia serta larangan pejabat tinggi negara  memiliki dwi atau lebih kewarganegaraan.
Alhasil dengan bungkus tersebut jajak pendapat perubahan konstitusi disetujui oleh 77,92 persen pemilih, Â sisanya 21, 27 persen menentang amandemen konstistusi dilakukakan.
Dan klausul masa jabatan Presiden yang bertambah sebanyak 2 periode yang masing-masing periodenya 6 tahun berhasil diloloskan. Putin pun berpeluang untuk memerintah Rusia selama 24 tahun secara berturut-turut hingga tahun 2036, saat Putin berusia 84 tahun.
Kondisi ini sebenarnya disadari oleh para oposisi Rusia, salah satunya Alexei Navalny yang menyebut bahwa hasil referendum tersebut sebagai "kebohongan besar" yang tidak mencerminkan pendapat sebenarnya masyarakat Rusia.
Bahkan sekondan Navalny, Ivan Zdhanov menyebut apa yang dilakukan pemerintah Putin sama saja dengan melakukan kudeta komstitusional.
Hingga saat ini Putin sudah berkuasa selama 20 tahun dan menjadi pemimpin terlama di Rusia setelah Joseph Stalin.
Jika Putin terus memimpin seperti dimungkinkan setelah amandemen konstitusi Rusia, maka ia akan menjadi pemimpin Rusia bahkan melebihi diktator Uni Soviet.