Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imlek dan Hubungan Aneh Penguasa Masa Lalu dengan Etnis Tionghoa

27 Januari 2022   10:16 Diperbarui: 27 Januari 2022   10:23 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua itu karena Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14/1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa.

Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa termasuk di dalamnya perayaan Imlek, hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruang tertutup.

Aturan ini lah, yang mengkonfirmasi bahwa pertunjukan barongsay saat Imlek di kota Sukabumi, kadang bisa diluar, tapi lebih sering hanya boleh dilaksanakan di dalam kelenteng.

Tak hanya di Sukabumi, sesuai intruksi tersebut perayaan tradisi keagamaan etnis Tionghoa di seluruh pelosok Indonesia, termasuk Imlek, Capgomeh, Pehcun, dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka.

Demikian pula dengan tarian-tarian barongsay dan lang-liong dilarang dipertunjukkan. Bahkan pelarangan juga menyangkut pemakaian aksara China, hingga lagu-lagu berbahasa Mandarin ikut lenyap dari siaran radio.

Namun demikian,  hubungan "aneh" seperti yang terjadi di kota Sukabumi dan pada masa kolonial Belanda terjadi juga di pusat Pemerintahan Indonesia era Soeharto.

Perekonomian Indonesia saat itu di dominasi oleh etnis Tionghoa, dan lebih aneh lagi konglomerasi usaha yang menguasai perekonomian Indonesia yang banyak dimiliki oleh mereka justru difasilitasi oleh Soeharto, bahkan  sejumlah konglomerat Tionghoa diantaranya sangat dekat secara pribadi dengan Soeharto.

Kondisi ini berlanjut, hingga wangsa Orde Baru tumbang. Kehidupan sosial, politik, dan budaya etnis Tionghoa berbanding terbalik dengan kiprah mereka di dunia ekonomi.

Seolah Pemerintah Orde Baru ingin member batasan tegas, bahwa etnis Tionghoa boleh berkiprah di sektor ekonomi tetapi jangan berharap bisa mendapat kesempatan di luar sektor itu.

Beruntungnya, pasca Soeharto turun tahta, titik terang kehidupan etnis Tionghoa yang serba dibatasi berakhir setelah Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurachman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur yang dikenal berani dan konsisten membela hak-hak kaum minoritas mengubah konstelasi sosial politik dan budaya etnis Tionghoa.

Gus Dur sangat bisa disebut sebagai juru selamat bagi kehidupan sosial, politik dan budaya etnis Tionghoa di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun