Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Polemik Test PCR, Cuan yang di Luar Kewajaran

27 Oktober 2021   08:13 Diperbarui: 27 Oktober 2021   08:28 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Test PCR. Sumber: Kompas.com

Pandemi Covid-19 nyaris meruntuhkan kinerja hampir seluruh sektor usaha, kecuali sektor jasa kesehatan. Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2020 menunjukan industri di jasa kesehatan berhasil menopang pertumbuhan industri tahun 2020 lalu.

Salah satu industri jasa kesehatan yang moncer kala pandemi Covid-19 adalah jasa pemeriksaan tes usap alias Reverse Transcription - Polymerase Chain Reaction atau lebih dikenal dengan test PCR.

Bahkan konon kabarnya menurut Indonesian Corruption Watch (ICW) seperti dilansir sejumlah media, ketika harga test PCR masih berada diangka Rp.900.000 keuntungan yang berhasil diraup oleh pelaku jasa kesehatan ini bisa mencapai Rp.10 triliun.

Meskipun kita belum tahu benar validitas angka tersebut, lantaran industri kesehatan termasuk dalam hal harga jual obat-obatan dan berbagai industri penunjangnya itu gelap dan nir transparansi tanpa standar yang ajeg terutama dalam penentuan harga jual kemasyarakat.

Makanya ketika Presiden Jokowi meminta Menteri Kesehatan untuk menurunkan harga test PCR dari Rp.900 ribu-an per unit menjadi Rp. 495ribu-Rp. 550 ribu per unit hanya dalam jangka waktu 3 hari atau paling lama satu pekan permintaan Presiden untuk menurunkan harga test swab ini bisa dilakukan.

Belakangan, ketika  isu terkait test PCR kembali ramai menjadi bahan perbincangan publik karena pemerintah cq Kementerian Dalam Negeri mewajibkan test PCR untuk seluruh penumpang pesawat terbang  yang akan bepergian, harga test PCR kembali diminta diturun menjadi Rp. 300 ribu.

Dan dalam jangka waktu 3 hari harga test PCR kembali bisa diturunkan.

Hal ini menunjukan bahwa sejak awal para pelaku jasa kesehatan test PCR ini sudah memainkan harga diluar kewajaran. 

Saat awal-awal pandemi harga test PCR terutama di luar Jawa bisa mencapai Rp 2 juta per sekali test.

Jika memang benar harga dasar test PCR itu setinggi harga jual ke konsumen dengan asumsi margin 20 hingga 30 persen, mustahil dalam jangka waktu 3 hari harga jualnya bisa diturunkan hampir 50 persen, meskipun itu perintah Presiden.

Logika bisnisnya, katakanlah pelaku bisnis jasa kesehatan test PCR inj memiliki stock test PCR kit 1 juta unit baru terjual 200 ribu unit, dengan harga jual ke konsumen Rp. 900 ribu jika asumsi labanya 30 persen maka harga pokoknya Rp. 630 ribu per unit test PCR.

Ketika diminta diturunkan oleh Presiden menjadi Rp. 490 ribu  pastinya mereka akan berteriak dan dengan asumsi harga pokok tadi mereka harus menanggung kerugian 800 ribu unit x Rp.140 ribu yakni sebesar Rp. 112 miliar rupiah.

Tapi anehnya para pelaku jasa kesehatan test PCR ini diem-diem bae, dan dalam jangka waktu paling lama seminggu sudah bisa menyesuaikan harga jasanya tersebut tanpa drama.

Jika benar asumsi keuntungannya wajar disekitar 30 persenan, untuk bisa menurunkan harga jualnya mereka paling tidak harus menghabiskan stock yang ada terlebih dahulu sebelum memberikan harga baru yang lebih murah andaipun dipakasakan sudah pasti pelaku bisnis ini sudah berguguran, fakta di lapangan para pelaku bisnis test PCR malah tambah marak.

Dengan logika seperti itu, artinya pelaku jasa kesehatan sebenarnya selama ini memperoleh harga pokok jauh dibawah harga jual ditingkat konsumen bisa 2 hingga 3 kali lipat.

Apalagi ketika pemerintah Presiden Jokowi kembali meminta harga jasa test PCR diturunkan menjadi Rp.300 ribu.

Dan dalam beberapa hari kemudian berhasil dieksekusi oleh menteri kesehatan dan para pelakunya baik-baik saja artinya harga pokok test PCR ini bisa jadi ada dikisaran Rp 100 ribu-an saja.

Jadi selama ini mereka para pelaku bisnis test PCR ini sudah cuan dalam jumlah yang fantastis masuk akal juga jika hitung-hitungan ICW keuntungan mereka dalam "membisniskan pandemi Covid-19" ini mencapai angka Rp.10 triliun.

Ya sah sah saja sih, namanya bisnis ya harus untung tapi mbo ya pakai hati nurani lah, ditengah kesulitan yang mendera masyarakat masih saja ditekan dengan harga test PCR yang sangat tinggi demi keuntungan pribadi yang kurang wajar, seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun