Dalam POJK no 12/2021, Bank Digital atau fully digital bank ini adalah bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektonik tanpa kator fisik selain kantor pusat atau kantor fisik terbatas.
Nah, untuk mendirikann Bank Digital  OJK dalam aturan tersebut memberi sejumlah persyaratan diantaranya memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhn nasabah.
Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan yang prudent dan berkesinambungan. Ketiga memiliki manajemen risiko yang memadai.
Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.Â
Kelima, menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah. Terakhir memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekositem keuangan digital dan inklusi keuangan.
Dan jangan lupa sediakan dana Rp. 10 triliun sebagai modal dasar bank digital yang sama sekali dan bukan berasal dari BHI yang sudah ada sebelumnya.
Apabila BHI yang sudah ada ingin mendirikan bank digital maka institusi tersebut hanya butuh modal dasar Rp. 3 triliun saja.
Meskipun di Indonesia tengah hype, bukan berarti pendirian bank digital akan berjalan mulus dan mampu menjalankan bisnisnya secara berkelanjutan.
Apalagi jika berkaca pada pengalaman yang terjadi secara global, tak banyak pula bank digital yang sukses.
Menurut riset yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG), dari 249 bank digital yang ada di seluruh dunia, hanya 13 bank yang sukses meraih keuntungan. sisanya ya jeblok.
Hal ini bisa terjadi lantaran ekosistem digital yang menunjang operasional bank digital gagal dihadirkan oleh kebanyakan para pelaku bisnis bank digital.