Dalam Pasal 31 disebutkan pemasangan reklame dan iklan rokok masih dimungkinkan hanya dibatasi di ruang tertentu saja, jika seluruh seluruh ruang publik sama sekali tertutup untuk iklan tersebut seperti yang tertuang dalam Sergub dan surat Anies kepada Bloomberg, Anies berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah itu.
Kita semua memahami betul bagaimana bahayanya merokok jika merujuk pada berbagai literatur kesehatan sehingga rokok dengan segala tetek bengeknya memang harus diatur, tetapi dalam mengaturnya bukan berarti kita bebas menabrak aturan yang sudah ada.
Jika menginginkan demikian kenapa tidak berusaha merubah aturan-aturan yang telah ada sebelumnya melalui pendekatan politik dan hukum misalnya, bukan malah berkirim surat kepada orang yang tak berkaitan langsung dengan masalah ini.
Bila perlu, upayakan untuk membuat rokok menjadi barang ilegal di Indonesia, mulai dari produksinya hingga konsumsinya seperti yang dilakukan Bhutan sebuah negara di kaki Pegunungan Himalaya.
Pengendalian konsumsi rokok merupakan langkah yang dipilih oleh 99,9 persen negara di dunia, rata-rata salah satu langkah yang dipilih adalah dengan membuat harga rokok dibuat semahal mungkin melalui cukai yang sangat tinggi.
Hal itu pun dilakukan oleh Indonesia, berkali-kali Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kenaikan cukai rokok yang terjadi setiap tahun itu tak semata-mata untuk menambah pendapatan negara, tetapi juga untuk mengendalikan konsumsi rokok.
Aturan yang ada terkait rokok pun sebenarnya cukup memadai, terutama dalam membatasi kemungkinan bertambahnya perokok baru dikalangan remaja dan anak-anak.
Tinggal ketegasan melaksanakan aturan tersebut yang masih kurang, law enforcement-nya masih rendah.Â
Dengan fakta-fakta diatas wajar saja bila banyak pihak mempertanyakan langkah Anies Baswedan berkirim surat kepada Michael Bloomberg terkait langkahnya dalam melarang iklan rokok melalui Sergub nomor 8/2021 tersebut.