Pelecehan seksual dan perundungan kembali dan kembali lagi berulang, kali ini peristiwa tersebut terjadi di sebuah lembaga negara yang ditugaskan sebagai penjaga moral, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Seorang pegawai pria di KPI dirundung dan dilecehkan secara seksual oleh tujuh pelaku yang juga merupakan pegawai di lembaga yang sama.
Kabar yang kemudian viral di berbagai media sosial dan aplikasi percakapan Whattsapp bermula dari tersebarnya pesan yang memuat tulisan korban tentang pelecehan seksual dan perundungan yang dialaminya selama bertahun-tahun bekerja sebagai pegawai KPI.
Berdasarkan pengakuan korban seperti yang tersebar di media, kasus ini sudah tejadi sejak 9 tahun lalu. Pegawai berinisial MS kerap menjadi korban perundungan dan pelecahan seksual rekannya sesama pegawai KPI Pusat.
Korban dirundung mulai dari sering disuruh-suruh untuk sesuatu hal yang tak berhubungan dengan pekerjaannya seperti membeli makanan, mengambilkan air minum, hingga sesuatu yang mulai "menyebalkan"diceburkan ke kolam, tasnya dilempar-lempar.
Sampai disini mungkin kita teringat pada saat sekolah, kondisi seperti ini biasanya terjadi pada korban yang dianggap lemah, mungkin intensi awalnya hanyalah keisengan, tapi tanpa disadari manifestasinya menjadi bullying.
Parahnya lagi tindakan ke-7 pegawai tak sampai disitu, mereka mulai masuk ke ranah pelecehan seksual seperti ditelanjangi, kemudian di foto dalam kondisi seperti itu hingga alat kelamin korban di coret-coret menggunakan spidol.
Pelecehan seksual ini ia alami mulai tahun 2015, menurut MS kejadiannya terus berulang dan belum selesai, karenanya ia mengalami trauma dan membuatnya harus berobat ke psikiater.
Ia merasa kehilangan harga dirinya sebagai pria, suami dan kepala rumah tangga, akibat traumanya pun ia kerap terbangun dan berteriak-teriak di tengah malam.
MS mengaku, atas kejadian tersebut ia telah melaporkan ini kepada Komnas HAM. Pihak Komnas HAM telah merespon hal ini dan mengkonfirmasi  bahwa  tindakan ke-7 pelaku tersebut sudah bisa dikategorikan ke dalam tindak pidana.
Atas dasar itu pada tahun 2019 lalu MS melaporkan peristiwa tersebut ke pihak Kepolisian, tepatnya ke Polsek Gambir Jakarta Pusat, tetapi responnya sangat minimal.