Gugatan mereka kepada pemerintah sebesar Rp 100 juta, di tolak oleh Mahkamah Agung. Meskipun kemudian pemerintah saat itu menjanjikan akan menjamin kehidupan dan pendidikan bagi anak-anak mereka bahkan hingga tingkat sarjana, tapi janji itu pun menguap entah kemana.
Faktanya 12 anak-anak Karta sama sekali tak pernah diperhatikan oleh pemerintah, hidup keluarga mereka hancur berantakan, paling tinggi pendidikan anak-anak Karta hanya SMP, selebihnya putus sekolah saat SD dan bekerja serabutan.Â
Nasib Karta sendiri sangat mengenaskan tak lama setelah ia dibebaskan dari LP Cipinang, ia meninggal karena kecelakaan sepeda motor. Sementara peruntungan Sengkon pun setali tiga uang.
Selepas Sengkon dari penjara, selain tubuhnya habis digerogoti penyakit TBC, kejiwaannya pun terganggu akibat stres berkepanjangan dan malah menjadi beban keluarganya yang memang sudah berat setelah Sengkon masuk penjara.
Akhirnya Sengkon meninggal dunia pada 1987 akibat penyakit TBC yang di deritanya.
Sungguh tragis kasus salah hukum ini, meskipun kebenaran pada akhirnya pasti akan terkuak, tapi efeknya sungguh sangat tak berperi bagi kehidupan yang bersangkutan andai aparat hukum bertindak sembrono dalam menangani sebuah  kasus hukum.