Pertama, faksi di bawah barisan Ketua Umum Partai Demokrat 2001-2005, Subur Budhisantoso. Kedua, ujar Yus, faksi gerbong Ketua Umum kedua Partai Demokrat yakni mendiang Hadi Utomo.
Lalu ketiga, faksi barisan Ketua Umum ketiga Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Terakhir, faksi mantan Sekjen Demokrat yang juga pernah menjadi ketua DPR Marzuki Alie.
Konon menurutnya, keempat faksi ini lah yang mendorong Kongres Luar Biasa (KLB) dengan agenda pergantian Ketua Umum Partai Demokrat yang kini dijabat oleh AHY.
Mereka semua merasa AHY itu terlalu dipaksakan untuk menjadi seorang ketua umum partai. AHY "dipaksa" duduk menjadi Ketum Demokrat hanya untuk melanggengkan kekuasaan Dinasti Yudhoyono di Partai Demokrat.
Kepemimpinan AHY inilah yang sebenarnya menjadi sumber masalah di Partai Demokrat. Narasi keterpilihan AHY yang disebut "aklamasi" dalam KLB sebelumnya itu menjadi tanda tanya besar.
Karena jika memang itu benar aklamasi, konflik seperti yang terjadi saat ini di PD tak akan pernah terjadi. Jadi jelas ada yang salah dalam proses pemilihan AHY ini.
Seandainya mereka solid mendukung AHY sebagai Ketum seperti yang diklaim oleh sejumlah Pengurus DPP PD. Sejumlah pemecatan terhadap beberapa ketua DPC dan para mantan petinggi dan pendiri Demokrat tak akan terjadi dong.
Artinya memang usulan KLB itu murni datang dari akar rumput. Dan ini lah yang berusaha dinafikan oleh pengurus DPP PD saat ini.
Namun guliran masalah di PD ini tambah membesar, membuat sang Begawan SBY yang seharusnya sudah madhek pandhito, malah harus kembali turun gunung.
Meskipun ia telah mengeluarkan sabda, yang menyatakan dukungan penuhnya terhadap AHY, bola salju rasa ketidakpuasaan terhadap kepemimpinan Dinasti Yudhoyono di Demokrat terus bergema lebih kencang lagi.
Pemecatan terhadap para kader senior Demokrat yang dianggap berseberangan dengan kebijakan SBY Cs, tak jua mampu membendung atau melokalisir konflik yang tengah terjadi, malah memunculkan konflik baru yang sebenarnya tak perlu terjadi.