Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Definisikan Dulu Secara Ajeg Kritik dan Ujaran Kebencian, Baru Revisi UU ITE

16 Februari 2021   15:09 Diperbarui: 16 Februari 2021   15:18 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi membuka peluang untuk melakukan revisi Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ia menyoroti khusus pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE tersebut dan jika memang dirasa tak memberikan rasa keadilan pada masyarakat maka pasal-pasal tersebut akan dihapus.

Sebenarnya UU ITE ini dirancang untuk menjaga ruang digital di Indonesia menjadi lebih bersih dan sehat, tetapi di tataran pelaksanaan justru menimbulkan kegaduhan, ketidakadilan, bahkan menghalangi kebebasan masyarakat untuk menyatakan pendapat dan kritik.

"Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi. Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," Ujar Jokowi, Senin (15/02/21) Seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Jika diamati secara seksama, yang menjadi sumber masalah dari semua ini adalah penafsiran yang tidak ajeg dari kata-kata yang dimaknai sebagai kritik atau ujaran kebencian.

Platform digital yang diatur oleh UU ITE hanyalah merupakan sarana atau media untuk mengungkapkan kritik atau ujaran kebencian oleh satu pihak ke pihak lainnya sehingga pesannya tersebut tersampaikan.

Jadi yang pertama-tama harus diluruskan itu adalah standarisasi atau batasan-batasan mana yang disebut kritikan, mana yang dianggap ujaran kebencian, agar tak bertafsir banyak.

Sekali lagi saya harus meminjam kutipan  kata dari sastrawan kondang Pramoedya Ananta Toer dalam roman Rumah Kaca yang sangat relevan dengan permasalahan ini, "Hidup sungguh sangat sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya,"

Selain masalah penafsiran, ada faktor lain yang menjadi sumber masalah di dunia digital Indonesia bahkan dunia saat ini yakni, berita bohong atau Hoaks dan fitnah, namun 2 hal ini lebih mudah di deteksi meskipun terkadang di era post-truth seperti saat ini ditambah dengan kecanggihan teknologi, hoaks bisa dianggap dan menjadi sebuah kebenaran jika di fabrikasi dengan canggih.

Mari kita mulai dengan kritik,  Kritik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani 'clitikos" yang berarti ciri pembeda, kata itu sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno "krities" yang memiliki arti orang yang membuat pendapat atau analisis yang tepat.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kritik/kri*tik/ n kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya; 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun