Aung San Suu Kyi sebelum berkuasa merupakan simbol perlawanan masyarakat Myanmar terhadap kekuasaan militer yang cenderung otoriter.
Suu Kyi yang kini berusia 75 tahun merupakan putri dari tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Myanmar Jenderal Aung San yang dibunuh 2 hari sebelum proklamasi kemerdekaan Myanmar dari Inggris pada 1948.
Ia pernah menjadi tahanan rumah selama 15 tahun saat militer berkuasa selepas kepulangannya dari pengasingannya di Inggris.
Hingga kemudian ia sempat dianugerahi Nobel perdamaian pada tahun 1991 atas perlawanannya terhadap kekejaman militer di Myanmar.
Setelah situasi politik di Myanmar berubah ia dibebaskan pada tahun 2010, Suu Kyi mulai aktif berpolitik praktis dan mendirikan Partai NLD yang pada tahun 2015 memenangkan pemilu yang membawa dirinya disebut pemimpin de facto negeri yang berbatasan langsung dengan Banglades ini.
Aung San Suu Kyi meskipun menang dalam pemilu namun tak bisa menjadi Presiden lantaran konsitusi Myanmar tak membolehkan siapapun yang memiliki anak dari warga negara asing menjadi Presiden.
Seperti diketahui saat Suu Kyi berada di Inggris ia memiliki suami berkewarganegaraan Inggris , dan dari pernikahannya tersebut ia dikarunia anak, makanya posisi politik Suu Kyi disebut pemimpin de facto tak bisa menjadi Presiden.
Karena konstitusi di Myanmar tak membolehkan seseorang menjabat presiden jika memiliki anak dari warganegara asing.
Nama baik Suu Kyi di mata Internasional tergerus lantaran sikapnya yang tak jelas terhadap kemungkinan genosida Suku Rohingya di negaranya, padahal ia memiliki kewenangan untuk mencegah kejadian tersebut.
Myanmar sendiri merupakan salah satu negara yang dianggap paling tidak stabil di Asia Tenggara, kekuasaan militer yang cenderung diktator ini membuat negara ini lumayan tertutup seperti Korea Utara.
Tadinya masyarakat internasional memiliki harapan besar bahwa demokrasi  yang terjadi belakangan akan membawa Myanmar lebih terbuka dan rakyatnya bertambah sejahtera.