Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tak Perlu Mewajibkan dan Melarang Menggunakan Jilbab

26 Januari 2021   13:57 Diperbarui: 26 Januari 2021   14:00 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Redaksiindonesia.com

Kata Jilbab belakangan memang menjadi hot topik yang menjadi bahan perbincangan warganet negeri +62 diberbagai platform media sosial.

Geger wajib jilbab di SMKN 2 Padang kali ini menjadi pemicunya, kemudian dilanjutkan dengan berbagai pernyataan  pro dan kontra yang membuat isu itu tambah ramai.

Yang belakangan viral adalah komentar terkait hal itu dari salah satu netizen pengguna media sosial Tik Tok yang diunggah ke laman medsos Twitter oleh akun @farrelfaller.

Dalam 2 video pendek masing-masing berdurasi 33 detik dan 18 detik itu, menunjukan seorang remaja putri berjilbab yang saya anggap sih cukup cerdas, berpendapat bahwa jika memang ada siswi di Kota Padang  yang tak mau berjilbab lebih baik pilih saja sekolah swasta jangan bersekolah di sekolah negeri.

Menurutnya berjilbab bagi masyarakat Minang itu adat istiadat jadi seperti sudah menjadi kewajiban bagi seluruh siswi.

Sontak saja warganet ramai mengomentari video pendek ini. Logika yang aneh sebenarnya, buat seorang remaja cerdas seperti ini. Semestinya dia tahu sekolah negeri itu dibiayai oleh negara, Pemerintah Republik Indonesia.

Indonesia itu hingga saat ini bukan negara teokrasi yang berdasar pada satu agama tertentu meskipun mayoritas penduduknya adalah muslim, namun masih mengakui 5 agama lain dan seluruhnya harus diayomi dan diatur oleh peraturan yang melindungi semua penganut agama yang ada.

Namun karena selama bertahun-tahun hidup dalam satu cetakan tertentu saja dalam memahami agama yang mengecualikan keberagaman, maka demgan sendirinya dia akan tercetak seperti wadah tempat ia dicetak.

Ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak terutama para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. 

Banyak indikator yang harus dievaluasi jika ke depan kita ingin mendapatkan generasi yang lebih berkualitas, memiliki kedalaman empati dan keluasan wawasan.

Tak hanya urusan agama saja yang harus menjadi titik tekannya, tetapi juga soal bagaimana hidup sebagai manusia yang plural dalam kebersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun