Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Jokowi Lebih Memilih Kata "Ekstremisme" Dibanding "Radikalisme" dalam PP 7/2021 REN PA?

22 Januari 2021   11:35 Diperbarui: 22 Januari 2021   11:48 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks agama Islam akarnya yang harus dipegang dalam berucap dan bertindak adalah berpegang pada al-Quran dan Hadist.

Dengan demikian, dalam konteks keberagamaan, radikalisme sebetulnya bukan sesuatu yang harus dicegah karena semua agama memang pada dasarnya mengajarkan setiap pemeluknya untuk memegang agama secara mengakar dan mendalam.

Disinilah peyorasi makna terjadi di Indonesia. Jika kepercayaan bahwa kitab suci seseorang bebas dari kesalahan merupakan ciri utama radikalisme, maka semua muslim adalah penganut faham radikalisme. Karena dalam pandangan seorang Muslim, al-Quran sama sekali bebas dari kesalahan; al-Quran adalah firman Tuhan.

Untuk itu, jika istilah radikalisme dikaitkan dengan orang-orang yang menganggap bahwa kitab suci mereka tidak mengandung kesalahan, adalah pendefenisian yang keliru.

Lantas bagaimana dengan kata" Extremisme" seperti yang digunakan dalam PP/7/ 2020 REN PA oleh pemerintah Jokowi.

Menurut Merriam-Webster Dictionary, Ekstremisme secara harfiah artinya kualitas atau keadaan yang menjadi ekstrem atau pandangan ekstrem.

Dalam konteks saat ini istilah ekstremisme banyak digunakan dalam esensi politik dan agama yang merujuk pada ideologi yang dianggap oleh mereka yang mematuhi konsensus sosial berada jauh di luar sikap masyarakat pada umumnya.

Nah, jika merujuk pada pada kelompok yang memiliki pandangan yang menganut paham ekstrem yang gemar menggunakan kekerasan  bisa dikategorikan ekstrimisme, mereka ini memiliki ciri pemikirannya cenderung tertutup, anti toleransi, anti demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara termasuk intimidasi, kekerasan dan penipuan untuk mencapai tujuannya.

Kelompok ekstremis seperti Inilah yang memang disasar pemerintah Jokowi dalam aturan REN PA itu. Mungkin pemerintah Jokowi telah melakukan identifikasi permasalah mendasar dalam memahami isu Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme.

Karena meskipun bagaimana  dan itu fakta yang tak dapat dipungkiri meskipun dalam sudut pandang agama menjadi radikal itu sebuah keharusan tapi jika pemahaman agamanya dilakukan secara kaku tanpa wawasan yang mencukupi, berpotensi dan memiliki kapabilitas untuk menciptakan kohesi dan konflik sosial sekaligus. 

Seperti yang terjadi pada kelompok yang dianggap memiliki pikiran "radikal" berjubah agama. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), pandangan radikal yang kaku tanpa penalaran merupakan pintu masuk untuk memiliki pendirian ekstrimisme yang ujungnya sangat berpotensi menjadi terorisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun