Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

DPR Rekomendasikan Pemberhentian Ketua Dewas TVRI, Polemik Terus Berlanjut, Mengapa Nama Puan Maharani Disebut-sebut?

16 Oktober 2020   10:49 Diperbarui: 16 Oktober 2020   11:12 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP-TVRI), kembali menjadi sorotan setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani pada 5 Oktobet 2020 lalu meneken surat bernomor PW/DPR/X/2020 yang isinya meminta Presiden Jokowi untuk memecat Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin.

Surat ini lahir setelah rapat internal Komisi I DPR menolak seluruh sanggahan Arief berhubungan dengan polemik pemilihan Direktur Utama TVRI pengganti antar waktu, Imam Brotoseno.

Polemik ini berawal dari polemik-polemik sebelumnya. Bermula dari masalah pemecatan Dirut TVRI saat itu Helmy Yahya dan permasalahannya yang mengikutinya kemudian.

Para pengelola TVRI ini sepertinya tak pernah belajar mengatasi masalah tanpa masalah seperti slogan PT. Pegadaian. Mereka cenderung menyelesaikan masalahnya dengan cara melahirkan masalah berikutnya.

Seperti diketahui pemecatan Helmy saat itu menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak saat TVRI tengah berbenah yang hasilnya sudah nyata terlihat menuju ke arah yang lebih baik.

Tiba-tiba saja Helmy Yahya didepak oleh Dewas TVRI dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Padahal saat itu market share TVRI naik, kualitas teknisnya pun membaik sehingga gambar tayangan stasiun televisi pertama di Indonesia ini nyaman dinikmati.

Kualitas konten siaran pun jauh lebih baik, secara manajemen terlihat sangat rapih, penataan keuangan juga jauh lebih tertib terbukti dengan status WTP yang diberikan oleh auditor pemerintah BPK, sesuatu yang tak pernah dicapai oleh TVRI sebelumnya.

Namun, Dewas tetap ngotot memecat Helmy, hingga kemudian menimbulkan perseteruan antara Dewan Direksi TVRI versus Dewan Pengawasnya jadi semacam perang saudara.

Untuk menengahi dan memeriksa secara langsung apa yang sebenarnya terjadi Komisi I DPR  yang memang memiliki kewenenangan mengawasi TVRI memanggil keduanya secara terpisah.

Namun keputusan Dewas TVRI yang di ketuai oleh Arief Hidayat Thamrin itu tetap memecat Helmy Yahya. Keputusan Dewas ini juga ditentang oleh pihak internal TVRI dan mereka sempat melaporkan masalah ini ke Presiden Jokowi melalui surat yang mereka kirim.

Helmy sempat gusar karena merasa ia telah bekerja dengan baik namun diperlakukan tak semestinya. Lantas ia menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), walaupun kemudian setelah terpilihnya Imam Brotoseno ia mencabut kembali gugatan itu demi situasi TVRI menjadi kondusif.

Namun ternyata, pengangkatan Imam Brotoseno melalui proses pemilihan yang diselenggarakan atas inisiatif Dewas itu ternyata dianggap bermasalah oleh DPR karena tak sesuai aturan.

Sementara Dewas berpendirian bahwa segala anggaran termasuk tunkir karyawan TVRI itu tak akan bisa dicairkan jika Dirut defenitif belum ada, makanya Dewas bersikeras  melakukan proses pemilihan Dirut melalui Fit and Proper Test yang dilakukan oleh mereka.

Dalam perjalanan proses itu berlangsung selama kurang lebih 6 bulan dengan berbagai dinamikanya,  kembali Dewas berulah ia memecat seluruh jajaran direksi TVRI yang merupakan sisa kepengurusan Helmy Yahya saat jadi Dirut.

Tambah kesal lah DPR, maka dipanggilah Dewas untuk rapat dengar pendapat dengan mereka. Dalam rapat tersebut DPR memberikan ultimatum kepada Dewas untuk menyampaikan sanggahan, jika sanggahan itu ditolak konsekuensinya mereka bakal di rekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk dipecat.

Nah, karena sanggahan Dewas ditolak makanya kemudian surat rekomendasi pemecatan Ketua Dewas TVRI kepada Presiden keluar yang ditandangani oleh Puan Maharani selaku Ketua DPR.

Yang kemudian menjadi polemik adalah pemberitaan yang beredar di publik seolah Puan lah yang memecat Dewas, padahal itu merupakan hasil proses panjang dari satu polemik ke polemik berikutnya.

Puan Maharani hanya menjalankan kewajibannya secara administratif, bahwa surat rekomendasi itu harus ditandatangani olehnya sebagai Ketua DPR-RI

Polemik di TVRI yang terus terjadi Ini merupakan contoh buruk pengelolaan sebuah lembaga negara oleh para petingginya. Keputusan-keputusan terlahir hanya berdasarkan kepentingan pribadi dan kelompoknya tanpa memikirkan insiusi tersebut secara keseluruhan.

Jadi wajar saja DPR selaku pihak yang diberi wewenang dan bertugas mengawasi TVRI merekomendasikan pemecatan Ketua Dewas TVRI Arief Hidayat Thamrin, yang kinerjanya memang buruk.

Ke depan ada baiknya seluruh perangkat hukum LPP-TVRI ini dievaluasi agar gontok-gontokan di TVRI yang sepertinya tanpa henti ini tak terjadi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun