Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aturan KPU tentang Konser Musik dalam Kampanye Pilkada 2020 Cermin Nyata Paradoks Kebijakan Pemerintah Jokowi dalam Penanganan Covid-19

17 September 2020   09:42 Diperbarui: 17 September 2020   12:16 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu bagian penting bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Sependek pengetahuan saya tentang perpolitikan, demokrasi dan segala tetek bengeknya itu tujuan akhirnya adalah membuat rakyat Indonesia sejahtera aman, tenteram, sehat, pokoknya gemah ripah loh jinawi.

Jika  demikian tujuannya, saya kok agak aneh ketika mendengar dan menyaksikan pemerintah Jokowi sangat bernafsu tetap menyelenggarakan Pilkada serentak di 272 wilayah Indonesia di tengah mengganasnya pandemi Covid-19 yang kini telah menginfeksi lebih dari 220.000 orang, dan membuat 8.000-an pasien positif corona meninggal dunia.

Apakah Pilkada itu sedemikian pentingnya sehingga seperti ada keharusan diselenggarakan saat ini? 

Apakah jika ditunda penyelenggaraannya, paling tidak hingga vaksin yang konon katanya akan segera bisa digunakan awal tahun 2021, demokrasi kita terancam runtuh?

Ini kebijakan yang paradoks dari Presiden Jokowi, di satu sisi ia mengerahkan segala sumberdaya yang ada, mulai dari kebijakan hingga anggaran yang luar biasa besar untuk mengendalikan virus dengan cara memutus mata rantai penyebarannya.

Di sisi lain, ia seperti sedang menyemai  virus melalui kluster-kluster baru dalam proses Pilkada. 

Jika bicara pemilihan kepala daerah di Indonesia, masalahnya bukan semata di hari pencoblosannya saja.

Proses Pilkada di Indonesia itu panjang mulai dari para calon menjual diri pada parpol agar kemudian ditetapkan sebagai calon usungannya.

Kemudian ditetapkan oleh partai, lantas mendaftarkan dirinya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)  daerah masing-masing, dan kemudian kampanye.

Semua itu sangat berpotensi mengundang kerumunan manusia dalam jumlah sangat besar, padahal pemerintah sendiri yang melarang rakyatnya untuk berkumpul karena kerumunan inilah yang paling potensial menyebarkan Covid-19.

Kok malah memberikan alasan  dan memfasilitasi orang untuk berkumpul. Selain itu, mobilitas manusia di wilayah yang menyelenggarakan Pilkada itu otomatis akan meningkat, karena akan ada hajatan besar seperti itu.

Dan sekali lagi ini semua berpotensi sangat besar, kalau tidak saya bilang sudah hampir dapat dipastikan akan menambah jumlah kasus positif orang yang terpapar Covid-19.

Buktinya, hingga saat ini tak kurang dari 64 orang calon kepala daerah yang positif tertular virus laknat ini.

Kemudian lebih dari 115 orang anggota KPUD dan Bawaslu daerah yang dinyatakan positif Covid-19. Dan sudah dapat dipastikan juga mereka yang tertular itu akan menulari lagi  kepada orang yang ada disekitarnya, karena mereka itu hampir selalu ada dikerumunan orang.

Dan yang paling dahsyat ada aturan yang membolehkan konser musik dalam kampanye yang dikeluarkan oleh KPU yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-Alam Covid-19 yang seperti sengaja memberi celah agar terjadi kerumunan massa.

Dalam pasal 63 PKPU 10/2020 menyebutkan ada tujuh kegiatan yang diperbolehkan dilakukan oleh para calon kepala daerah yang dianggap tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan undang-undang.

Ketujuh kegiatan itu adalah, kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik. Kegiatan olahraga seperti gerak jalan santai dan/atau sepeda santai, perlombaan, kegiatan bazar dan/atau donor darah, peringatan hari ulang tahun partai dan/atau melalui Media Daring.

Tak perlu jadi orang jenius untuk memastikan bahwa sebagian besar dari tujuh kegiatan itu akan menimbulkan kerumunan massa, sesuatu yang terlarang dilakukan jika kita ingin memutus mata rantai penyebatan virus corona seri terbaru ini.

Walaupun kemudian ada batasan-batasan jumlah peserta yang boleh mengikuti kegiatan tersebut, apa jaminannya pendukung calon kepala daerah akan mematuhi  aturan tersebut.

KPU dan pemerintah kan tidak sedang menyelenggarakan Pilkada di Jepang yang masyarakatnya memang disiplin dan cenderung mengikuti aturan.

Pilkada ini berlangsung di Indonesia! yang masyarakatnya cenderung tak disiplin dan abai terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Saya jadi benar-benar bingung dengan cara berpikir pemerintah ini, makan di restauran dan warung makan dilarang, tapi konser musik untuk Pilkada diperbolehkan.

Kalau memang pemerintah  berniat menjerumuskan rakyatnya dalam katastropi pandemi Covid-19, sekalian saja semua laramgan-larangan itu dicabut semua. Kembalikan saja hidup ini menjadi normal seperti sebelum pandemi terjadi.

Walaupun tentu saja saya yakin tak ada niat itu daei pemerintah, tapi kalau faktanya seperti ini. Ya jangan salahkan rakyat juga jika mereka tak patuh pada protokol kesehatan.

Alangkah lebih baiknya, jika Pilkada ini ditunda saja hingga waktu yang memungkinkan. Toh Indonesia tak akan otomatis menjadi susah, jika Pilkada ditunda beberapa bulan.

Fokus saja pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonominya. Itu aja belum bisa tertangani kan? Buktinya kasus positif kini merambat naik dengan kecepatan mengkhawatirkan dan ekonomi pun makin terpuruk.

Ayolah pak Jokowi tunda saja pelaksanaan Pilkada serentak 2020 ini, daripada lebih banyak membawa mudharat dibanding manfaatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun