Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hanya Jokowi yang Bisa Memecat dan Membatasi Kewenangannya Dewas TVRI

15 Februari 2020   10:32 Diperbarui: 15 Februari 2020   10:53 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisruh pemecatan Helmy  Yahya sebagai Direktur Utama TVRI, memang sudah tak terdengar gaduh lagi saat ini.

Namun potensi  kegaduhan akan kembali terjadi saat Panitia Seleksi yang kini tengah bekerja untuk memilih Dirut TVRI, sudah menetapkan Dirut TVRI terpilih.

Mengapa demikian? Karena seperti diketahui Helmy Yahya akan menggugat keputusan Dewan Pengawas TVRI terkait pemecatan dirinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Jika Helmy Yahya jadi menggugat dan kemudian Pengadilan memenangkan gugatannya, dan salah satu keputusan pengadilan memerintahkan  Dewas untuk mengangkat kembali Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI, bagaimana nasib Dirut TVRI terpilih?

Bukankah ini akan menimbulkan masalah baru lagi dan tentu saja babak baru kegaduhan akan mulai bergulir.

Dewas TVRI, terlihat kurang berhitung konsekuensi hukum yang harus dihadapi mereka akibat gugatan yang dilakukan oleh Helmy. 

Nantinya pihak yang terlibat dalam kisruh tak hanya Helmy Yahya dan Dewas, tapi Dirut TVRI yang baru terpilih akan ada di pusaran masalah juga.

Seharusnya sebagai Dewan Pengawas mereka sudah memahami konsekuensi yang akan terjadi sebelum memutuskan sebuah tindakan.

Karena jika kita mengacu pada proses pemilihan dewan pengawas TVRI, mereka tentu saja sudah sangat memahami pertelevisian. 

Selain itu sebagai Dewas mereka itu sudah memiliki kebijkasanaan tertentu diluar teknis pertelevisian sehingga terpilih jadi Dewas.

Begitu logika normalnya, tapi apa yang dipertontonkan oleh Dewas TVRI saat ini. Jauh panggang dari api dengan logika tersebut.

Mereka terlihat semena-mena  dan terkesan memfabrikasi alasan untuk memberhentikan Helmy sebagai Dirut TVRI, yang kisahnya sudah diketahui bersama.

Memang benar Dewas memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi sesuai Pasal 7 huruf d dan e Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2005.

Namun pemberhentian itu harus ada dasar yang kuat, tak bisa atas dasar suka-suka. Kenyataannya apa yang dilakukan Dewas TVRI saat ini, ya sewenang-wenang.

Berbagai pihak mengecam keras tindakan Dewas ini, semua orang bisa melihat dengan jelas kondisi TVRI saat setelah dipimpin oleh Helmy Yahya sebagai Dirut.

Faktanya terukur kok, Brand Image TVRI kini jauh lebih baik dari sebelumnya. Secara teknis mereka sekarang bisa mengimbangi stasiun-stasiun TV Lain.

Rating Share mereka menurut lembaga rating AC Nielsen sudah diatas 2 persen, bahkan sempat beberapa kali menduduki peringkat rating teratas untuk siaran sepak bola dan bulutangkis.

Hal yang tak pernah bisa dicapai TVRI sebelum Helmy memegang TVRI. Begitupun dengan pengelolaan keuangan, ukuran baik atau buruknya tata kelola keuangan sebuah lembaga negara adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Setelah Helmy masuk, opini laporan keuangan TVRI mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 2 tahun berturut-turut, setelah sebelumnya, selama 3 tahun diberi label Disclaimer oleh BPK.

Apabila kita telaah, kesan sewenang-wenang Dewas dalam memecat Helmy terkonfirmasi dengan capaian-capaian Helmy sebagai Dirut TVRI ini.

Lantas, apakah dengan kenyatan ini Dewas TVRI bisa diberhentikan karena terciun bau penyalahgunaan kekuasaan atau paling mengembalikan Helmy duduk kembali sebagai Dirut TVRI?

Menurut Junimart Girsang anggota Komisi I DPR-RI sekaligus praktisi hukum. DPR tak dapat memberhentikan Dewas TVRI, meskipun yang melakukan uji kepatutan adalah mereka.

Sama halnya dengan jajaran ketua KPK, yang berhak dan memiliki kewenangan memecat dan mengganti Dewas TVRI Ya Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia.

"Hanya Presiden dan peraturan perundang-undangan yang bisa menganulir atau memberhentikan mereka karena misalnya sakit permanen, karena terbukti melakukan pidana, atau mengundurkan diri. Cuma tiga itu saja yang saya tahu," ujar Junimart akhir Januari 2020 lalu saat RDPU dengan Dewas TVRI di Kompleks Parlemen Senayan. Seperti yang dilansir Indozone.id.

Pun demikian dengan mengambalikan Helmy sebagai Dirut, DPR atau siapapun tak berwenang melakukannya atau menekan Dewas untuk meralat putusannya.

Nah untuk itulah kemudian ada usulan untuk mengubah aturan dan membatasi wewenang Dewas dalam struktur manajemen TVRI.

Selain dari DPR usulan pembatasan datang pula dari pihak internal TVRI. Seperti diungkapkan oleh Ketua Komite Penyelamat TVRI, Agil Samal yang sudah berkarya di TVRI selama 28 tahun.

Menurutnya kewenangan Dewas itu terlalu besar, seharusnya kewenangannya dibatasi pada urusan etik dan konten saja.

"Kita lebih berharap pada presiden sih dan Komisi I untuk memangkas mengergaji kewenangan Dewas saja," kata Agil, Senin (20/1/2020) yang lalu. Seperti yang yang dilansir Kompas.com.

Jika aturannya tetap seperti saat ini, potensi kisruh akibat pecat memecat akan sangat besar terjadi. Apalagi dengan kurangnya kebijkasanaan di jajaran Dewas TVRI  saat ini.

Masalah pemecatan Helmy saja belum beres benar, sudah mencari penggantinya. 

Sumber: [1] [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun