Mohon tunggu...
Ferry Ardiyanto Kurniawan
Ferry Ardiyanto Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu bebas

Menulis untuk menguji kapasitas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bisikan Halus di Sebuah Gunung

1 September 2019   22:33 Diperbarui: 2 September 2019   09:58 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah mistis ini dimulai saat aku dan teman-teman ku yang masih menjadi mahasiswa mendaki sebuah gunung di daerah Purwakarta, aku tak akan menyebutkan nama gunungnya karena pertimbangan satu dan lain hal.

Seperti pada umumnya mahasiswa, kala rutinitas perkuliahan, tugas seabrek, dan kegiatan organisasi selesai di akhir pekan, kami berencana pergi untuk refreshing. Setelah berdiskusi di kampus, akhirnya kami memutuskan gunung sebagai destinasi wisata kami untuk mengisi libur akhir pekan.

Semua kebutuhan telah disiapkan, dari mulai logistik, tenda, dan massa. Kebetulan kami yang berencana juga mengajak teman-teman mahasiswa yang lain untuk mendaki bersama. Kurang lebih jumlahnya 10 orang, ada pula perempuan yang ikut, namun dominan laki-laki.

Setelah semuanya siap, tiba-tiba sebagian teman ku yang perempuan dan laki-laki tidak bisa berangkat bersama-sama. Akhirnya aku pun mengusulkan agar ada beberapa yang berangkat duluan, tujuannya supaya bisa mencari lahan untuk mendirikan tenda----tenda kami pada saat itu ada dua, satu untuk para perempuan, dan satu untuk para lelaki yang kapasitasnya lumayan besar----

Ternyata, yang harus berangkat duluan adalah aku dan temanku bernama Hadi. Kami berdua juga yang harus membawa perbekalan logistik, peralatan memasak, tenda dan lainnya sampai ke camping ground. Tanpa keberatan aku dan Hadi menyetujui usulan teman-teman yang lain.

Berangkatlah aku dan Hadi ke gunung yang akan didaki. Saat itu aku berangkat siang menjelang sore, kurang lebih pukul 14.00, kami berangkat dengan menggendong carrier berkapasitas besar, jadi selama perjalanan beban yang aku dan Hadi bawa lumayan membuat badan pegal-pegal.

Sesampainya di basecamp pendakian, aku dan Hadi sejenak beristirahat dan menunggu waktu shalat Ashar. Setelah selesai mengurus simaksi dan memberi tahu penjaga basecamp bahwa nanti akan ada lagi rombongan yang menyusul, kami pun langsung mendaki, saat itu pukul 15.30.

Gunung yang kami daki ini sebenarnya tidak terlalu tinggi, bahkan ketinggiannya tidak mencapai 1.000 mdpl. Tapi rasa-rasanya fisik kami cepat lelah, bahkan Hadi yang fisiknya cukup kuat pun meminta break beberapa kali. Karena ya, beban yang kami bawa cukup berat, jadi perjalanan pun terasa sedikit lebih lama daripada biasanya.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, aku dan Hadi pun sudah mencapai puncak bayangan. Segera kami pun mencari tempat camp yang luas dan nyaman, karena hari sudah hampir gelap. Tenda sudah berdiri, semua perbekalan pun aku keluarkan, berbagi tugas dengan Hadi, ia langsung memasak air dan mie instan.

Malam pun tiba, aku dan Hadi masih berdua, rombongan yang lain belum kunjung datang. Saat itu tenda kami lumayan jauh dari tempat camp pendaki-pendaki yang lain, karena di tempat camp yang lebih dekat dengan puncak sejati sudah penuh.

Malam semakin larut, waktu menunjukan pukul 22.00, dan teman-teman ku yang lain belum juga tiba. Padahal perbekalan air yang aku dan Hadi bawa sudah semakin menipis. Karena saat berangkat aku dan Hadi sengaja tidak membawa air yang banyak, agar beban tidak bertambah terus.

Saat aku dan Hadi berbincang, kami mencoba berteriak seakan memanggil----jika di gunung teriakan-teriakan seperti ini selalu dilakukan untuk memberi tanda----dan aku pun akhirnya memutuskan untuk mengecek keberadaan rombongan yang lain. Dengan berbekal senter handphone, aku pergi sendiri untuk melihat barangkali ada tanda-tanda teman-teman ku sedang tracking.

Aku berjalan menyusuri kegelapan malam di tengah-tengah hutan gunung. Sampailah aku di track yang menurun, karena di situlah track menanjak yang memungkinkan aku dapat melihat tanda-tanda dari atas. Setelah dicek, ternyata tidak ada sedikitpun tanda-tanda, biasanya terlihat lampu-lampu senter, ini justru tak ada sama sekali.

Aku mulai khawatir karena di rombongan itu terdapat para perempuan yang notabene masih pemula dalam hal mendaki gunung. Namun aku berusaha untuk berpikir jernih, karena disana ada teman-teman ku yang cukup berpengalaman, menemani pendaki perempuan.

Dirasa cukup aku mengecek keberadaan mereka, aku pun memutuskan untuk kembali ke tenda. Namun saat berjalan, tiba-tiba perasaan ku berubah, yang awalnya biasa saja menjadi takut, pikiran ku tak karuan, mendadak terbayang hal-hal mistis. Benar saja, aku merinding, bahkan sugesti ku tak bisa aku kendalikan. Aku merasa sangat takut sekali.

Tak berapa lama setelah perasaan takut itu muncul, tiba-tiba aku mendapat bisikan yang selamanya akan aku ingat sebagai pengalaman mistis pertama saat mendaki gunung. Aku mendapat bisikan yang sangat halus, pelan dan suara yang terasa berat. Suara bisikan itu sangat terdengar jelas di telinga kiri ku.

Bisikan itu berupa suara "heh". Seketika aku pun lari terbirit-birit, aku tak memperdulikan jalan di sekitar ku yang terdapat jurang di kanan dan kirinya. Senter handphone pun tak aku arahkan ke track yang aku lalui. Senter yang aku pegang mengikuti ayunan tangan ku saat berlari.

Tidak berapa lama, saat senter ku terarahkan ke depan, aku melihat ada pohon besar di hadapan ku. Dan hampir saja aku menabrak pohon itu. Terbayang jika aku menabrak pohon tersebut, mungkin aku pingsan saat itu juga, karena aku lari sangat kencang saking takutnya.

Akhirnya aku kembali ke tenda, dan aku melihat Hadi sedang ngemil sambil membaca buku. Ternyata ia mendengar suara aku berlari, lalu ia pun bertanya, mengapa berlari. Kala itu aku tidak langsung bercerita kepada Hadi, karena aku tahu jika menceritakan pengalaman mistis saat masih berada di atas gunung hanya akan menambah suasana menjadi lebih buruk.

Setelah menunggu lama, akhirnya aku dan Hadi mendengar suara teriakan dari rombongan pendaki. Dan ternyata mereka adalah teman-teman ku yang menyusul. Mereka tiba kurang lebih pukul 23.30, aku pun masih belum menceritakan pengalaman mistis ku ke yang lain, karena mengingat ada perempuan. Aku takut jika mereka malah tidak nyaman saat camping.

Keesokan harinya setelah sampai kembali di basecamp, aku menceritakan apa yang aku alami saat malam itu hanya kepada Hadi. Ternyata, saat aku pergi sendiri, Hadi pun merasakan hal yang sama, ia merasa ada yang berjalan di sekitarnya, padahal tidak ada pendaki lain di sekitar tenda kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun