Mohon tunggu...
Ferre Templar
Ferre Templar Mohon Tunggu... -

Saya Menulis Demi Menjaga Kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apa yang Terjadi dengan Ketimpangan Ekonomi Indonesia?

31 Oktober 2017   02:27 Diperbarui: 31 Oktober 2017   03:53 2013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebuah survey  yang dilakukan oleh  Majalah SWA dan dimuat  di Tempo.co.id  pada tahun 2015 menyatakan bahwa 74.4% responden pergi ke Mall setiap akhir petang.  Setiap akhir petang yang dimaksud adalah minimal 3 kali sebulan.  Survey ini melibatkan 2277 kelas menengah sebagai responden di Sembilan kota besar di Indonesia.  Kota-kota tersebut termasuk, Jabodetabek, Medan, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Balikpapan dan Makasar.

Kegiatan responden  yang menghabiskan waktu dalam Mall terdiri dari berbelanja 34% kemudian untuk berwisata kuliner, 32.3 %  Lalu 5.8% untuk menonton bioskop. Sedangkan menurut penelitian ini, sisanya hanya untuk berjalan-jalan menghabiskan waktu yakni 27.9 %.  Survey ini menghitung kelas menengah adalah responden yang memiliki penghasilan 2-20 USD per hari. Sehingga berdasarkan survey ini terdapat 169 juta orang dalam kategori kelas menengah.

Secara sepintas, angka-angka ini terkesan tidak ada yang salah dengan masyarakat Indonesia yang makmur sehingga memiliki kualitas kehidupan yang baik.  Namun sebuah artikel dari kanal berita ABC.Net , Penulis artikel tersebut menyatakan bahwa Mall di Jakarta adalah sebuah kota dalam kota dimana kemiskinan tidak tesembunyi.  Jalanan di Jakarta penuh dengan polusi, pengemis baik dewasa maupun anak-anak, Mall menjadi tempat pertemuan bagi warga Jakarta yang mendambakan tempat sejuk (mall menyediakan AC) serta tempat untuk mengisolasi diri dengan sesama pengunjung dari  kelas ekonomi social yang sama.

Bersama kelompok orang dengan status ekonomi social yang sama menimbulkan perasaan tidak bersalah saat mengenakan baju yang  fashionableatau membeli makanan yang mahal. Dalam artikel ini penulis artikel mengajukan pertanyaan yang menggugah, bagaimana mungkin Mall selalu ramai, padahal rata-rata pendapatan orang Indonesia hanya 200 AUD

Dari dua artikel diatas dapat ditarik beberapa  hal menarik.  Pertama Mall memang menjadi tempat penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Kemudian ada nilai (value) yang lebih dari mall dari sekedar tempat untuk berbelanja dan lain-lain, dilihat dari 27.9% Pengunjung mall tidak berbelanja, makan ataupun menonton.  Sedangkan yang terakhir adalah data kesejahteraan masyarakt yang berbeda anntara 2 artikel diatas. Mengapa data kesejahteraan bisa begitu berbeda?

Ilusi kesuksesan Ekonomi

Presiden Joko Widodo mengklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik di tengah perlambatan ekonomi dunia. (tirto.id)

Menurut Presiden Jokowi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 pada posisi 5,02 persen. Dibandingkan dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih baik karena ada negara yang anjlok hingga 100 persen. "Ini pantut disyukuri karena masih di atas lima persen," katanya. Presiden menambahkan, dalam kelompok negara-negara G20, pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma kalah dengan India dan Cina, dan masih masuk dalam tiga besar terbaik.

"Ini sering kita tidak tahu sehingga tak mau bersyukur. Coba lihat negara lain sudah ada yang minus karena perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian selalu membayangi kita semua," ujarnya lagi. Demikian pula dalam hal pengendalian harga, pemerintah saat ini mampu menurunkan inflasi dari 8-8,3 persen di 2015 menjadi 3,02 persen pada 2016.

Begitu juga. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintahan Jokowi-JK telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin baik. Kebijakan pemerintah dalam mengkonversi subsidi ke pembangunan beberapa bidang strategis dinilai cukup mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

"Sebetulnya, sudah lama kita tertinggal. Namun pemerintahan Pak Jokowi punya keberanian dengan mengkonversi subsidi ke beberapa pengeluaran di berbagai bidang. Subsidi diubah menjadi pengeluaran negara untuk pendidikan, infrastruktur dan kehidupan sosial serta banyak bidang lain," ujar Darmin di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Selasa (30/5).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun