Mohon tunggu...
Omah Pothos
Omah Pothos Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk berbagi dan belajar termasuk dari tulisan sendiri

Manusia penuh dosa yg hanya bisa bergantung pada ridho dan ampunanNya..

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Belajar "Parenting" dari Kisah Nyata

11 Januari 2016   12:34 Diperbarui: 11 Januari 2016   19:38 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - mendidik anak (Shutterstock)

Ada seorang tetangga, katakanlah bukan orang biasa. Awalnya keduanya berasal dari keluarga sederhana. Seiring berjalannya waktu, sang suami menjadi anggota DPRD. Meskipun demikian, sang istri yang mentalnya memang seorang wirausaha, tetap saja jualan baju, membuka toko dan juga foto copy. Mereka kaya, tapi mereka sangat sangat ramah dan tidak membeda-bedakan orang. Dan, itu pula yang berhasil diajarkan kepada anak semata wayangnya. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk teman-temanku semua yang sudah atau akan menjadi ibu.

Hmmm, kebanyakan yang ada di realita, seorang anak tunggal sudah pasti dimanja. Apalagi dia anak orang kaya, apa saja yang dia minta pasti akan ada. Tapi di sinilah sebaliknya. Sedari kecil, si anak sudah diajari “arti mencari uang”. Gampangannya saja, waktu itu aku ingat sekali sedari SD setiap bulan Ramdhan, si anak diajak jualan es buah di sekitar alun-alun. Menawarkan es buah yang sudah dibungkus plastik ke pengendara mobil dan motor yang lewat. Tanpa malu, tanpa muka jutek atau terpaksa. Dan terkadang, seringkali di saat aku malas, ibuku sering menjadikan dia contoh. Meskipun usia aku lebih dewasa daripada anak itu. Ibuku bilang, “Kamu lihat dia anak siapa, tapi dia rajin, dimintai tolong ini itu, diajak jualan juga mau dan gak malu. Kamu yang anaknya orang biasa-biasa aja mbok ya ngerti prihatin.”

Dan yang paling membuat aku terkesan, sopan santun si anak sangat luar biasa. Sebelum pindah rumah, ibu aku adalah tetangga depan rumah suami-istri itu. Jadi biarpun sudah pindah rumah dan beda RT, ibu aku sering diminta tolong bantu masak-masak saat ada acara. Dan saat menjelang lebaran pun, si anak selalu berkunjung ke rumah memberi hantaran untuk keluarga kami. Masih ingat betul dia di depan pintu ngucapin salam, begitu ada yang buka pintu, dia langsung cium tangan bapak dan ibu. Dengan sopan bilang, “Budhe ini dari Ibu. Pulang dulu ya Budhe Pakdhe. Assalamu’alaikum…”

Dalam hati aku, Masya Alloh, ni anak bener-bener dah… 

Padahal di rumah nggak keitung berapa pembantunya. Tapi dia mau disuruh ibunya nganter hantaran sendiri. Dan sering juga tengah hari siang bolong dateng ke rumahku beli es batu. Pernah juga ditanya, lho kok yang ambil es bukan mbaknya (pembantu)? Dia Cuma jawab, “Disuruh Ibu, Budhe. Nggak apa-apa, Budhe….”  Langsung dech, begitu dia pulang, ibu liatin aku sambil bilang, “Tu liat, anak jenderal aja mau disuruh-suruh siang-siang panas-panas.” Aku hanya jawab dengan senyuman :) :)

Singkat cerita setelah dia besar, sekitar SMP kalo nggak salah tepatnya aku lupa, dia punya adek. Dan adeknya pun dididiknya juga sama. Kebetulan adeknya ikut taekwondo. Dan pernah sekali tahun 2015 kemarin ikut turnamen di daerah Cibubur dekat kantor aku dulu (aku udah married). Aku tengoklah dengan suami ke sana. Dan sekali lagi aku takjub, baru kelas 2 SD sudah ikut turnamen di luar provinsi dan tanpa orang tua. Meskipun itu adalah sudah peraturan dari pelatihnya, tapi masih banyak sekali orang tua yang datang sendiri dan menengok anaknya. Tapi si adeknya ini malah pesen sama ibunya, “Ibu gak usah liat adek ya, adek sendirian berani.” Dalam hati ibunya waktu aku BBM, beliau sedih sekaligus bangga. Apalagi si Adek berhasil pulang bawa medali emas.

Sekarang si anak (yang sekarang jadi Kakak) masih studi di Telkom Bandung, dan si Adek sekarang masih duduk di bangku SD dan masih rutin dengan latihan taekwondonya. Oh iya, mereka sekarang yatim. Sekitar 3 tahun yang lalu sang ayah meninggal. Sekarang tinggal sang ibu, sang kakak, dan sang adek saja.

Kesederhanaan selama ini ada hikmahnya bukan? Kita tak tahu apa yang akan terjadi kelak. Belajar berjuang bukan saat kita sedang berada di bawah, karena itu pasti akan susah. Tetapi belajar itu setiap hari. Bukankah roda itu berputar? Dan kita tidak tahu seperti apa kelak Alloh akan menguji iman kita dengan cara bagaimana.

Teman, inilah yang ingin aku berbagi dengan kalian. Sekaya apa pun kalian, jangan manja anak kalian dengan uang. Ajarkan anak kalian mandiri dan menjadi pribadi yang rajin. Kalian lihat zaman sekarang? Pengangguran makin banyak. Sarjana bukan jaminan. Bapak-ibunya kaya, bapak-ibunya pegawai, belum tentu anaknya juga kaya, belum tentu anaknya juga bisa kerja jadi pegawai juga. Sudah banyak contoh bukan?

Dan satu pelajaran dari ibuku yang juga sangat berharga, yaitu “setiap aku diminta tolong belanja di warung, meskipun kembalinya hanya 50 perak, tapi ibu pesen jangan dipakai jajan”. Ternyata bener bermanfaat banget buat dunia kerja aku yang dulu pernah jadi accounting. Tanggung jawab uang biarpun kecil itu penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun