Mohon tunggu...
Ferdi Setiawan
Ferdi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - خذ ما صفا واترك ما كدر

Sedang menggeluti kajian ilmu syariat, filsafat, bahasa arab, dan self-development

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Argumentasi Keberadaan Tuhan #2 (Argumen Kosmologis Kontingensi)

24 Agustus 2019   12:07 Diperbarui: 24 Agustus 2019   16:09 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti legiun yang memiliki persiapan berupa strategi dan senjata untuk mengahadapi musuh, alangkah baiknya jika kita pun memiliki bekal untuk memahami permainan logika yang akan didapati. Maka sebelum masuk pada pembahasan Argumen Kosmologis Kontingensi, ada dua konsep logika yang dinilai sangat penting untuk dipahami sebagai berikut:

1. Tasalsul (infinite circle) adalah rangkaian kausalitas (sebab akibat) yang tidak berujung. Bisakah anda membayangkan rantai besi yang sangat panjang yang tidak berujung?, pasti sulit bukan?!. Tasalsul (infinite circle) ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil, karena akal tidak mampu menerima kondisi rangkaian kausalitas yang tidak berujung. Sebagai contoh: 'Abid', teman saya, keberadaannya disebabkan dan bergantung kepada 'orang tuanya', begitu juga 'orang tua Abid', mereka bergantung pada 'kakek nenek Abid', dan begitu seterusnya. Jika rangkaian kausalitas yang bermula dari Abid ini tidak memiliki ujung atau akhir, seperti rangkaian rantai yang tidak berujung, maka kondisi seperti ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil, karena akal kita hanya bisa menerima apabila rangkaian kausalitas ini memiliki ujung atau akhir dan tidak sebaliknya.

2. Daur (circular reasoning) adalah ketergantungan sesuatu kepada sesuatu yang bergantung padanya. Daur (circular reasoning) ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil karena beberapa alasan yang akan dipaparkan dengan beberapa contoh. Daur (circular reasoning) terbagi menjadi dua: 1) daur langsung (daur sharih), contoh: (A) sebab bagi (B) dan (B) sebab bagi (A), maka (A) bergantung pada (B) yang mana (B) bergantung pada (A). Contoh lain: keberadaan 'orang tua Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'Abid', dan keberadaan 'Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'orang tua Abid', maka mereka bergantung pada satu sama lain. Kondisi seperti ini dikatakan batil (invalid) dan mustahil
karena; benar jika dikatakan keberadaan 'orang tua Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'Abid', karena merekalah yang menjadi sebab lahirnya Abid di dunia. Tapi tidak benar jika dikatakan; keberadaan 'Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'orang tua Abid', karena 'Abid' tidak melahirkan 'orang tua Abid' dan keberadaan 'Abid' tidak mendahului 'orang tua Abid'. 2) daur tidak langsung (daur mudlmar), contoh: (A) sebab bagi (B), (B) sebab bagi (C), dan (C) sebab bagi (A). Contoh lain: keberadaan 'kakek & nenek Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'orang tua Abid', keberadaan 'orang tua Abid' adalah sebab bagi
keberadaan 'Abid', dan keberadaan 'Abid' adalah sebab bagi keberadaan 'kakek & nenek abid'. Dan kondisi ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil dengan alasan yang sama dengan penjelasan pada daur langsung (daur sharih). Setelah dapat memahami konsep tasalsul (infinite circular) dan daur (circular reasoning), mari
kita beranjak kepada paparan argumen kosmologis kontingensi dengan menghadirkan konsep
tasalsul (infinite circular) dan daur (circular reasoning) tepat dihadapan wajah, sebagai berikut:

Argumen Kontingensi atau argumen kosmologis kontingensi adalah argumen yang
menyatakan bahwa alam semesta ini bersifat 'mungkin ada'. Jika anda bertanya, mengapa alam semesta ini 'ada'? Mengapa tidak 'tidak ada'saja?, ini mengandung makna
bahwa alam semesta yang 'ada' ini bersifat 'mungkin ada', dan akal kita tidak menolak
bahwa bisa jadi alam semesta ini 'tidak ada'. Pada argumen ini ada beberapa premis yang perlu dipahami dan direnungkan, sebagai berikut:

1) Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada berifat 'pasti ada' (wajibul wujud) atau 'mungkin ada' (mumkinul wujud).
Sesuatu yang bersifat 'pasti ada' adalah yang keberadaannya tidak
didahului oleh ketiadaan dan tidak disebabkan oleh apapun (baca: argumen first cause), sementara sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' adalah yang keberadaannya didahului oleh ketiadaan dan disebabkan oleh sesuatu. Sebagai contoh: anda dan saya adalah dua manusia yang bersifat 'mungkin ada'. Mengapa demikian?, jika anda hari ini berumur 19 tahun 9 bulan dan 10 hari, maka 19 tahun 9 bulan dan 11 hari yang lalu anda belum ada di dunia ini. jika umur saya hari ini 20 tahun 9 bulan dan 10 hari, maka 20 tahun 9 bulan dan 11 hari yang lalu pun saya belum ada di dunia ini.
Maka keberadaan anda dan saya saat ini adalah 'keberadaan' yang didahului oleh 'ketiadaan'. Keberadaan ini juga disebabkan oleh sesuatu. Keberadaan anda dan saya adalah disebabkan oleh orang tua kita, dan
begitu seterusnya (baca: argumen first cause).

2) Jika sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' membutuhkan sebab, maka pasti ada satu wujud yang bersifat 'pasti ada' sebagai sebab atau tempat bergantung bagi wujud yang bersifat 'mungkin ada'.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' pasti memilki sebab akan keberadaannya. Maka ia membutuhkan sesuatu yang ada sebelum ia ada. Jika dianalogikan dengan manusia, sebagai contoh: anda, ya, anda lagi, keberadaan anda disebabkan oleh orang tua anda, dan begitu juga dengan orang tua anda, keberadaan mereka disebabkan oleh kakek nenek anda, dan begitu seterusnya, sampai pada satu titik dimana ada satu wujud yang 'pasti ada' , tidak didahului
oleh ketiadaan dan tidak disebabkan oleh sesuatu. Sesuatu yang bersifat 'pasti ada' ini ialah yang berada pada urutan pertama pada rangkaian kausalitas (baca: argumen first cause). Dan jika tidak ada sesuatu yang
bersifat 'pasti ada', maka anda akan dihadapkan dengan satu rangkaian
kausalitas tanpa berujung yang dikenal dengan nama tasalsul (infinite
circle)
, dan itu mustahil.

3) Jika wujud yang bersifat 'pasti ada' itu Tuhan, berarti Tuhan memang ada.

Kesimpulan:

1. Pada dasarnya, segala sesuatu yang ada berifat 'pasti ada' (wajibul wujud) atau
'mungkin ada' (mumkinul wujud).

2. Jika sesuatu yang bersifat 'mungkin ada' membutuhkan sebab, maka pasti ada satu wujud yang bersifat 'pasti ada' sebagai sebab atau tempat bergantung bagi wujud yang bersifat 'mungkin ada'.

3. Jika wujud yang bersifat 'pasti ada' itu Tuhan, berarti Tuhan memang ada.

Allahu a'lam

(Berlanjut ke 'Argumen Keberadaan Tuhan #3')

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun