Mohon tunggu...
Ferdinandus feriurpon
Ferdinandus feriurpon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menjadi pribadi yang berguna

mencari pengetahuan layaknya mencari air di padang gurun.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Terlahir Kembali Melalui Filsafat Stoikisme (Menghadapi Realita dan Menepis Ekspektasi Semu)

5 Agustus 2022   07:23 Diperbarui: 5 Agustus 2022   07:36 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Abstraksi 

Ketika membaca tulisan ini, jika ada pembaca yang merasa terheran, skeptis atau mempunyai asumsi jika melalui stoikisme, kita bisa terlahir menjadi manusi-manusia tanpa noda dosa, maka jawabannya adalah tidak. Karena jika dalam benak para pembaca terlintas tentang adanya proses penghapusan dosa menjadi manusia yang bersih, maka hal ini bisa dianggap mencobai Tuhan yang mempunyai otoritas tinggi atas manusia. Oleh sebab itu  pemikiran seperti ini perlu diklarifikasi bahkan jika perla harus dihilangkan. Terlahir kembali yang dimaksud di sini adalah menjadi manusia yang bebas dari segala macam bentuk tekanan batin, permasalahan mental serta menurunkan stres bagi mereka yang merasa depresi akibat suatu masalah. masalah yang didapat itu, entah karena kelalaian dalam pekerjaan sehingga dimarahi atasan, menjadi murid atau mahasiswa yang kurang berprestasi, serta masalah keluarga, keuangan, dan masalah sosial. Artikel ini merupakan suatu bentuk kontribusi untuk membantu pembaca agar secara perlahan bisa mengurangi tekanan batin atau overthingking yang dialami agar merasa damai dalam menjalani kehidupan.

Stoikisme menjadi salah satu aliran filsafat yang berasal dari yunani, dan merupakan aliran filsafat yang berupaya menetralisir segala macam bentuk pikiran negatif yang dapat menjadikan hari-hari yang kita lalui menjadi hari yang suram serta sukar dilalui agar menjadi hari yang baik dilalui . Sudah banyak tulisan yang menyinggung tentang stoikisme, bahkan para ahli pun sudah banyak yang menyinggungnya. Di sini saya hanya ingin mencoba mengaitkan filsafat stoikisme dengan kehidupan sehari-hari kita, dan mencoba memperbaharui pikiran agar dapat berpikir dengan lebih mengutamakan hal-hal yang ada di dalam diri kita dan sekitar kita.

Apa Itu Stoikisme Dan Asal Usulnya?

Secara singkat stoicism, stoikisme, atau yang sering disebut stoa merupakan sebuah aliran filsafat yang berupaya menciptakan kedamaian pikiran dan batin bagi setiap orang yang menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara etimologi, kata stoikisme berasal dari kata bahasa yunani, yaitu stoikos yang berarti stoa (serambi atau beranda berlukis) yang mengacuh pada nama sebuah sekolah. Pencipta aliran filsafat ini adalah Zeno dari Citium, Yunani.  Mengutip dari redaksi kumparan bahwa Secara singkat, Stoikisme, Stoicism, Stoik, atau Stoisisme adalah pemahaman yang mengajarkan ke manusia cara untuk menciptakan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan nyata, (kumparan.com).  stoikisme berupaya menepis pikiran-pikiran yang dapat menjadi beban bagi setiap orang. Hampir kebanyakan orang yang mengikuti aliran filsafat ini mengalami perubahan kehidupan yang sangat damai.

Mengimplementasikan Nilai Stoikisme Demi Menepis Ekspektasi Semu

Marcus Aurelius dalam bukunya mengungkapkan: "Ya, mendapatkan keinginanmu akan sangat membahagiakan. Tapi bukankah itu sebabnya kebahagiaan membuat kita tersandung? Sebaliknya, lihat apakah hal-hal ini mungkin lebih baik jiwa yang agung, independensi, kejujuran, kebaikan dan kesucian. Karena tidak ada yang lebih membahagiakan daripada kebijaksanaan itu sendiri, ketika anda mempertimbangkan betapa yakin dan mudahnya pekerjaan pemahaman dan pengetahuan, (Saniati, 73: 2022).

Setelah menyimak sedikit mengenai stoikisme dan mendapatkan gambaran mengenai apa itu stoikisme, saya yakin kita bisa secara spontan dapat menentukan apa saja yang perlu dilakukan agar mendapatkan kedamaian batin dan pikiran. Kebanyakan orang pada umumnya berupaya merangkai sebuah ekspektasi yang diinginkan agar terjadi dalam kehidupan nyata, tetapi satu hal yang perlu diingat bahwa ada sebuah ungkapan yang berbunyi " ekspektasi tidak selamanya sesuai dengan realita". Artinya bahwa kita mengharapkan sesuatu terjadi sesuai dengan keinginan kita, tetapi yang terjadi dalam kehidupan nyata sangat berbanding jauh. Dikatakan ekspektasi semu karena ekspektasi kita adalah hal yang sementara, meaningless atau tidak bermakna ketika kenyataan berkata lain. Sehingga pola pikir yang lebih mengutamakan ekspektasi buruk dan hayalan itu perlu diminimalisir, karena berpengaruh pada penurunan waktu produktif yang akan terbuang sia-sia akibat lebih fokus pada hayalan dan ekspektasi yang kemungkinan terjanya sekitar 20-an % (sangat tidak mungkin).

Untuk mengimplementasikan nilai stoikisme, hal yang perlu kita lakukan lebih awal adalah bahwa membuang jauh ekspektasi dan mempersiapkan diri untuk menyambut kenyataan. Kenyataan itu, entah mengandung kebahagiaan, kesengsaraan, depresi, canda dan tawa, ataupun kesedihan, kita harus siap menghadapinya. Hal terpenting yang perlu kita lakukan adalah mengantisipasi hal-hal buruk yang akan terjadi jika kita ingin memulai hari, sehingg ketika terjadi hal buruk itu, kita tidak merasa kaget atau kecewa berat karena kita sudah mengantisipasikannya  sebelumnya. Begitupun sebaliknya, ketika hal buruk itu tidak terjadi, maka kita akan mendapatkan sebuah kebahagiaan yang tidak kita pikirkan sebelumnya. Itulah hal sederhana yang mencerminkan nilai stoikisme.

Marcus Aurelius dalam bukunya mengenai konsep kebahagiaan menjelaskan pentingnya akal pikiran kita untuk mencapai suatu kebahagiaan, mengungkapkan: "Pikiran Anda akan mengambil bentuk dari apa yang sering Anda pikirkan, karena jiwa manusia diwarnai oleh kesan-kesan seperti itu", (Saniati, 75: 2022). Pikiran adalah sebuah kekuatan besar yang terdandung dalam otak manusia, sehingga manusia perlu hati-hati dalam berpikir, karena jika tidak, maka otak kita akan memproduksi pikiran yang destruktif dan hal ini akan membahayakan diri sendiri. Jika kita sudah menjauhkan segala bentuk pikiran ini, maka kebahagiaan itupun akan dengan mudah kita bisa mencapainya.

Meningkatkan Rasa Damai Bagi 208 Mahasiswa Pegubin Melalui Nilai Stoikisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun