Mohon tunggu...
Fera DwiHaryati
Fera DwiHaryati Mohon Tunggu... Penulis - Fera Dwi Haryati

Mahasiswa IAIN Samarinda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Presiden Baru, Bersama Kembalikan Jati Diri Lama

22 Oktober 2019   18:53 Diperbarui: 22 Oktober 2019   19:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya dengar tepat pada hari minggu tanggal 20 Oktober 2019  Indonesia resmi memiliki pemimpin barunya. Saya rasa ini saat yang tepat untuk bangsa Indonesia menutup masa perang saudara. 

Sudah waktunya untuk menyambut mentari yang baru. Sudah saatnya menggenggam kembali beribu mimpi baru untuk negeri ini. Catatan usang di hari-hari kemarin janganlah sampai terulang.

Kalau dipikir-pikir lagi pristiwa yang terjadi kemarin sangat menyedihkan. Saya rasa ibu pertiwi ikut meneteskan air matanya sama seperti saya. Dan tidak terbayang di pikiran saya bagaimana pahlawan-pahlawan Indonesia jaman dulu, jika melihat pristiwa kemarin. Sungguh pasti sangat akan teramat menyayat hati mereka. Bagaimana tidak tersayat, bayangkan mereka yang dulunya berperang dengan bangsa lain, bahkan sampai rela mengorbankan jiwa serta raga  untuk melindungi bangsanya malah diberi hadiah kehancuran oleh bangsanya sendiri.

Mari sejenak kita pikirkan dan renungkan kembali dari pristiwa kosong satu-kosong dua hingga pristiwa aksi demo mahasiswa. Sadarkah kita bahwa ada yang hilang dari bangsa ini. Bangsa ini telah kehilangan jati dirinya. Jati diri yang saya maksud di sini adalah pancasila. Kita seolah sengaja melupakan pancasila, kita seolah lupa bahwa bangsa ini punya jati diri yang sangat baik. Makna-makna yang terkandung didalam pancasila jika diterapkan maka, berbagai pristwa usang hari kemarin tidak akan lagi terjadi di hari esok.

Sila pertama adalah ketuhanan yang maha esa. Kita yakin dan percaya bahwa kita punya tuhan yang esa , lantas mengapa kita meragukannya. Meragu dengan cara menolak bahwa hasil akhir dari pilpres adalah Bapak Jokowi dan Bapak Ma'ruf Amin. Padahal kita tahu bahwa apa yang tuhan takdirkan itu adalah yang terbaik. Lalu, kenapa masi enggan menerima?.

Kita punya juga sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Bukankah itu artinya setiap manusia harus memiliki keadilan yang sama, lantas kenapa masih banyak lembaga-lembaga masyarakat yang memaksa masyarakat  untuk memilih pemimpin yang lembaga itu dukung. Menurut saya itu bukanlah keadilan. Dan menurut saya juga lembaga yang seperti itu tidak memiliki adab yang seharusnya tergambar dalam pancasila.

Ketiga bangsa ini punya sila yang isinya, Persatuan Indonesia. Pristiwa demo yang berakhir anarkis kemarin menurut saya sangat tidak mencermikan pribadibangsa ini. Tidak bisakah semua kita selesaikan dengan menyatukan pendapat dan saling bertukar pikiran dalam keadan kepala dingin.

Sila keempat yang bangsa kita miliki ini, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Seharusnya inilah yang kita gunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Dengan pemimpin yang bijaksana, dan masyarakat yang selalu siap untuk diajak bermusyawarah.

Dan terakhir keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan sila ini pemerintahan dan masyarakat harus sama-sama saling bersikap adil. Dan saling menghargai pendapat yang ada.    

Jadi, pada intinya disini saya mempunyai pendapat bahwa dalam kepemimpinan presiden dan wakil presiden yang baru ini Indonesia dapat menemukan kembali jati diri bangsa yang dulu pernah ada lewat pemahaman dan penerapan makna butir-butir pancasila.  

Saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul " Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi " disana mengkutip kata-kata Ir. Soekarno. Soekarno berkata " Jikalau bangsa Indonesia ingin Pancasila menjadi realita, jangan lupa syarat menyelenggarakannya ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun