Mohon tunggu...
Feny Yulita
Feny Yulita Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Feny Yulita 30802000017 L1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia di Lingkungan Masyarakat Patriarkis

23 Juni 2021   10:08 Diperbarui: 23 Juni 2021   10:27 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dr. Ira Alia Maerani; Feny Yulita Suryaningtyas

Dosen FH Unissula; Mahasiswa Sastra Inggris, FBIK Unissula

Hak Asasi Manusia atau HAM merupakan hak yang melekat dengan kuat di dalam diri manusia. Keberadaanya diyakini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Meskipun kemunculan HAM adalah sebagai respons dan reaksi atas berbagai tindakan yang mengancam kehidupan manusia, namun sebagai hak, maka HAM pada hakikatnya telah ada ketika manusia itu ada di muka bumi.

Hak asasi manusia juga merupakan  sesuatu hal yang sudah lama diperbincangkan di lingkungan masyarakat. Hak Asasi Manusia pada hakikatnya bertujuan untuk melindungi semua orang dari kekerasan, menimbulkan rasa saling menghargai antar manusia dan rasa tanggung jawab bahwa kita harus saling jaga dan tidak saling menyakiti antar sesama manusia. Namun ternyata teori tidak seindah realitanya. Di Indonesia, masih banyak dijumpai kekerasan fisik yang bahkan dilakukan oleh keluarganya sendiri, kekasihnya, temannya, atau bahkan orang asing yang sedang tersulut emosinya. Mereka bisa saja menyakiti salah satu pihak atau bahkan saling menyakiti antara dua pihak tanpa ada rasa bersalah. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana caranya dia berhasil mengalahkan lawannya. Dan juga yang sangat disayangkan adalah masih banyak sekali pelaku kekerasan yang dilakukan laki-laki kepada perempuan.

Di Indonesia masih banyak kekerasan atau pelecehan seksual yang juga termasuk dalam pelanggaran HAM. Salah satu contohnya adalah ada anak berusia 12 tahun yang diperkosa oleh tetangga neneknya  hingga akhirnya menderita kanker stadium IV. Dan si anak ini mengaku bahwa dia tidak hanya diperkosa satu kali oleh pelaku bahkan puluhan kali dengan hanya diiming-imingi uang (sumber IDN TIMES). Jika melihat satu dari banyak lagi kasus di atas menunjukkan bahwa laki-laki merasa bisa melakukan hal semena- mena terhadap perempuan.

Sejak kecil banyak orang tua yang mendidik anak laki-lakinya untuk menjadi seseorang yang kuat, berani, dan tidak mudah dikalahkan. Sedangkan anak perempuan dididik agar selalu hati-hati, menjaga jarak, dan merasa takut kepada laki-laki. Hal ini membuat satu kepercayaan bahwa laki-laki akan merasa lebih dominan, dan bisa melakukan apapun yang dia mau karena merasa lebih hebat. Hingga banyak ungkapan yang mengatakan bahwa laki- laki akan lebih dibangga-banggakan saat dia berhasil menyelesaikan sekolahnya di luar negeri dan berhasil mendapatkan gaji yang cukup besar. Sedangkan perempuan yang kuliah di luar negeri dibilang hanya buang-buang waktu karena nanti juga hanya akan jadi istri dan mengurus anak-anak dirumah. Serta perempuan yang berpenghasilan  besar juga akan dibilang, nanti tidak ada laki-laki yang mau sama mereka karena laki-laki itu takut bahwa dia akan tersaingi oleh pasangan perempuannya.

Tetapi masih banyak orang yang menormalisasi hal ini. Seperti sudah menjadi kebiasaan atau bahkan budaya yang banyak orang menganggap ini wajar. Hal-hal tersebut biasa disebut dengan sistem patriarki. Sejauh ini di Indonesia masih ada budaya patriarki ini seperti yang sudah dicontohkan di atas. Patrikarki sendiri adalah sistem yang diakui sebagai sistem yang telah menjadi sistem masyarakat secara umum. Erich Fromm menyatakan bahwa sistem patriarki, di mana kaum laki-laki ditakdirkan untuk mengatur perempuan, berlaku kokoh di seluruh dunia. Hanya pada komunitas-komunitas primitif yang kecil dapat ditemukan sisa-sisa dari bentuk matriaki yang lebih tua (Fromm, 2002: 177).

Sistem patriarki banyak menimbulkan pelanggaran HAM karena laki-laki merasa mereka lebih aktif dan dominan sehingga menganggap bisa melakukan apapun yang mereka mau terutama kepada perempuan. Sedangkan perempuan selalu dituntut untuk sabar, menunggu, dan dikenal sebagai manusia yang pasif dan lemah.

Menurut islam, budaya patriarki tidak dibenarkan. Karena pada dasarnya, ajaran dalam agama islam adalah memuliakan manusia bukan hanya memuliakan satu gender saja. Dan juga pada zaman dahulu islam datang ke arab untuk mengoreksi sistem patriarki yang ada di sana. Dimana zaman dahulu perempuan banyak yang disiksa, dan hanya dijadikan sebagai budak. Dan juga ada bukti lagi bahwa rasulullah saja memerintahkan umatnya untuk memuliakan perempuan terutama ibu.

 "Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?' Rasul pun menjawab: 'Ibumu'. 'Lalu siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi', 'Ibumu'. 'Siapa lagi', 'Ayahmu'." Berdasarkan percakapan di atas dapat dilihat betapa mulianya perempuan mulai dari mengandung sembilan bulan, melahirkan, dan menyusui selama kurang lebih dua tahun. Perempuan dan laki- laki sama hebatnya dibidangnya masing-masing. Jadi jangan menganggap laki-laki lebih hebat dan perempuan lebih lemah. Karena Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan untuk apa berlomba-lomba menjadi yang terkuat jika dimata Allah kita semua hanyalah makhluk yang lemah dan tidak bisa apa apa.

Dan juga menurut quran surah al hujurat (49) ayat 13 dijelaskan bahwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun