Mohon tunggu...
Fenny Trisnawati
Fenny Trisnawati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Manusia cuma bisa usaha, Tuhan yang tentukan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wahai Ibu, Jadilah Nanny Profesional

28 Maret 2021   08:37 Diperbarui: 28 Maret 2021   08:40 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dream.co.id

Pada suatu hari saya silahturahmi ke rumah teman yang kebetulan sudah lama tidak saya kunjungi. Sesampainya di rumah teman saya itu, saya dipersilahkan duduk beralaskan karpet di ruang tamunya. Ya, di ruang tamunya teman saya itu memang tidak ada kursi, dan tanpa saya tanya, dia menjelaskan alasannya, karena anaknya masih kecil-kecil dan butuh space untuk bermain. Saya mengangguk-angguk saja tidak terlalu memperhatikan keterangannya.

Saya lebih menaruh perhatian dengan interaksi antara dia dan anak-anaknya. Bagi saya, selalu menarik untuk melihat bagaimana cara orang tua mendidik anaknya di rumah. Kata guru ngaji saya, anak itu ibarat kertas putih, orang tualah yang menentukan anak itu mau dibentuk jadi apa kelak. Teman saya itu punya tiga orang anak yang masih kecil, anak yang paling besar sudah sekolah di SD, kemudian anak yang kedua berusia 4 tahun, sedangkan anak yang ketiga berusia 2 tahun. Terbayang repotnya mengurus balita tanpa asisten rumah tangga.

Ketika kami tengah mengobrol, dari dalam kamar, terdengar suara anaknya yang paling besar memanggil teman saya ini. "mamaaaaaa......!  makaaaan....!" Teman saya tergopoh-gopoh menuju kamar dan membuka pintu. Saya mengira akan ada teguran atas perilaku anaknya, karena memanggil orang tuanya dengan cara seperti itu. 

Ternyata tidak, teman saya malah bertanya dengan suara lembut, "kakak mau makan ayam? Mama masak ayam kesukaan kakak...." Saya mengerutkan kening, kok bisa reaksi teman saya seperti itu, tidak ada tindakan untuk mengoreksi atas tingkah laku anaknya yang seperti putri raja. Dengan penasaran, saya berdiri melihat ke dalam kamar, ternyata si Kakak sedang rebahan di kasur sambil megang smart phone, mungkin sedang main game kesukaannya pikir saya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar HP, si Kakak menjawab pertanyaan mamanya dengan singkat, "iya...!". 

Teman saya lalu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makanan yang diinginkan si Kakak. Lagi-lagi kening saya berkerut. Kemudian teman saya membawa makanan ke kamar. Si Kakak berujar "suapin Ma.....!". Lalu dengan patuh, teman saya menyuapi putri kecilnya yang matanya fokus ke layar HP.

Karena penasaran, saya bertanya, "Si Kakak lagi sakit ya?"

"Gak kok, alhamdulillah sehat" jawab teman saya

"Apa memang begini setiap hari?" kejar saya lagi

"Gak kok, kadang-kadang aja, maklum, si Kakak susah makan, sambil main pun aku suapin, yang penting dia mau makan, ntar repot kalau sakit" papar teman saya perlahan, sambil tangannya sibuk dengan sendok.

Anak yang kedua lain lagi tingkahnya, si Abang ini sibuk merengek-rengek agar dibelikan mainan baru. Sambil menunjuk-nunjuk layar smart phone yang dipegangnya, dia menangis sambil terus mengoceh ingin dibelikan mainan mobil-mobilan yang ada baterainya. Teman saya berusaha menenangkan anaknya dengan mengatakan, "iya, nanti malam kita beli ya, kalau Papa sudah pulang kerja". Si Abang terus saja merengek, walau sudah dijanjikan oleh Mamanya, terakhir si Abang duduk di pojokan dengan muka cemberut sambil terisak isak dengan sisa tangisannya yang tadi. Saya tersenyum melihat usaha gigihnya serta raut wajahnya yang dimanyun manyunkan, mungkin biar mamanya simpati dengan keadaannya....hihihi.

Saya menoleh ke sekitar ruangan, si Adek mana ya? "Rin, anakmu yang bungsu mana, kok gak keliatan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun