Mohon tunggu...
Dharmajati Firmansyah
Dharmajati Firmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - masih pemula dalam segala hal

Apakah kamu suka membaca :)? Kalau suka sama saya juga :):)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berbohong Sebagai Alat Pembelaan Diri

2 November 2021   21:15 Diperbarui: 2 November 2021   21:20 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak kecil, kita selalu diingatkan untuk tidak berbohong dengan alasan karena dapat menipu dan akan kebiasaan jika keseringan.

Tetapi setelah beranjak ke sekolah menengah, kita tau berbohong juga bagus digunakan untuk mempersatukan dua teman kita yang saling bermusushan, menabur pandangan baik ke teman satu dengan teman satunya lagi dan sebaliknya

Manusia yang memiliki hati nurani, melakukan tindakan atas kebaikan dan demi kebaikan. Manusia juga memiliki ego, 

melakukan tindakan keburukan demi kebaikan. Berbohong, bak godaan wanita atau rayuan pria, penuh dengan rasa manis dan janji yang seakan-akan terpenuhi. Seseorang lemah pendirian akan terjerumus ke dalam lubang kebohongan, sedangkan yang kuat pendirian akan aman terlindungi dari lubang setan itu.

Para pembohong yang memiliki title tertinggi adalah koruptor. Mereka sudah tidak berbohong ke satu teman

atau dua teman atau bahkan sekelas, mereka mampu berbohong senegara sekaligus. Penuh dengan tipu daya, janji-janji palsu, dan permainan kotor dari belakang itu sudah hal lumrah bagi mereka. Tahun lalu mereka berjanji setia didepan banyak orang, tetapi mana hasilnya tidak kunjung datang seperti yang diharapkan. Kemudian tahun sekarang mereka berjanji setia, lagi-lagi masyarakat tertipu dan seterusnya sampai trompet sangkakala bergema.

Jika badanmu bau, gunakan parfum untuk menutupi bau tak sedap itu. Jika dirimu mengalami masalah,

berbohong akan menyelesaikan masalah dengan lebih cepat. Mengibaratkan kedua hal tersebut sangatlah pas, jika efek harum parfum habis, semua bau tak sedap akan terungkap. Jika kebohongan terbongkar, semua masalah akan bertambah dan akan lebih merepotkan. Berpikirlah seratus kali untuk berbohong, cukup untuk mengalkulasikan dampak jika kebohonganmu terbongkar.

Insting akan terasah sesuai kebiasaan dan pengalaman. Sebab itu jangan sering-sering berbohong, nanti jadi kebiasaan.

Presiden Amerika ke tiga, Thomas Jefferson pernah bernasihat, “Dia yang membiarkan dirinya berbohong sekali, akan mudah melakukannya kedua kalinya.” Ketika seseorang berbohong, ia akan merasakan bahwa mempermainkan diri orang lain terasa begitu mudah. Bahkan ada penelitian membahas kebohongan manusia per hari, seorang psikolog dari Universitas California, Bella DePaulo (1996) mengatakan bahwa manusia pada umumnya berbohong sehari sekitar 1 sampai 2 kali. Jika ditelisik lebih dalam penelitian DePaulo tersebut adalah: “ Terdapat 147 responden yang DePaulo tanyakan selama sepekan, setiap responden berbohong selalu dicatat. Hanya ada 7 responden yang berani berkata mereka sama sekali tidak berbohong. Itupun peneliti hanya memperkirakan bahwa mereka benar-benar jujur.

Saya sendiri mengadakan wawancara kecil-kecilan ke teman. Terdapat 3 pertanyaan yang saya tanyakan ke 2 teman saya.

Pertama, Kapan terakhir kamu berbohong? Kedua, Bagaimana perasaan kamu saat berbohong? Ketiga, Apakah menyesal setelah berbohong? Teman saya yang pertama kali saya tanyakan, Yahya dari Universitas Alma Ata Yogyakarta (identitas lengkapnya sengaja ditutupi dari pihak Yahya), Yahya menjawab nomor pertama dengan ragu-ragu yaitu “Seminggu sekali.” Nomor kedua dan ketiga  dijawab “Biasa aja” dan “Nggak.” Teman kedua yang saya tanyakan, Maianna Restu Handayani dari jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga. Maianna menjawab nomor satu adalah “Dalam seminggu ini berbohong” pertanyaan kedua dijawab “Berbohong membuat tidak tenang tetapi kadang terpaksa” dan pertanyaan kedua Maianna mengaku “Menyesal tetapi kalau dalam kebaikan tidak terlalu menyesal.” Bisa disimpulkan, Yahya menjawab semua pertanyaan dengan sedikit lupa dan ragu-ragu, seakan-akan Yahya tidak terlalu memperdulikan berbohong atau tidak (ini dalam batas kebohongan kecil). Di satu sisi, Maianna telah berbohong dalam seminggu ini dan Maianna merasa bersalah untuk berbohong kecuali jika kebohongannya berdampak kecil. Dua tipe orang berbohong tersebut sering kita jumpai, tipe pembohong yang tidak terlalu peduli dengan kebohongannya kecuali masih dalam tahap berdampak kecil. Tipe kedua adalah pembohong yang melakukan kebohongan jika terpaksa saja dan merasakan penyesalan dalam tahap kebohongan berdampak besar. Dari kedua hasil tersebut juga dipengaruhi oleh gender, Yahya yang laki-laki mengandalkan logika akan tidak mengambil pusing kebohongannya selama masih aman dan Maianna yang perempuan mengutamakan perasaan sehingga mencoba menghindari kebohongan untuk kebahagiaan perasaannya sendiri dari rasa penyesalan.

Dalam beberapa kasus, seseorang sering tidak sadar bahwa dirinya berbohong. Karena sudah terlanjur secara naluriah

menganggap dirinya benar. Berbohong disini hal-hal yang kecil, seperti berbohong keadaan baik padahal sebenarnya lagi merasa gelisah. Hal itu dianggap sebagai cara penyelesaian cepat dan tidak mau ambil pusing.Ketika seorang anak ditanya oleh ibunya apakah PR sudah dikerjakan, si anak menjawab bahwa dirinya sulit mengerjakan PR dan menerangkan keluhan-keluhan seperti pusing. Trik itu sering digunakan untuk mengalihkan pembicaraan. Apakah hal tersebut bisa dikatakan berbohong? Tidak tapi bisa digolongkan sebagai penipuan.

Berbohong mampu membelokkan nasib seacara signifikan, alih-alih membawa ke arah yang baik malah akan mengantarkan

ke jalan yang sesat. Mampu menjatuhkan orang lain dan alat utama untuk memfitnah. Didalam sinetron, berbohong selalu identik dengan tokoh antagonis. Menaruh kebohongan dengan merusak citra orang lain. Pengulangan terus-menerus seperti itu yang membuat para penonton malas untuk menonton. Terkesan sutradara begitu malas membuat alur ide yang lain, dengan selalu menggunakan trik antagonis berbohong dan menguasai suara masyarakat yang banyak. Setelah kebohongan terbongkar, antagonis akan mengambil tindakan yang nekat, entah itu menabrak protagonis,menyingkirkannya dengan cara kekerasan, dan sebagainya.

Mungkin beberapa orang bertanya mengapa berbohong itu salah? padahal kan jika berbohong akan ada hal baik didepan mata.

Secara instan memang membuat seseorang merasa gembira, tetapi tidak menjanjikan kegembiraan seterusnya. Berbohong juga penuh dengan tipu daya yang merujuk ke egoisan semata. Dari universalitas dan humanitas, kebohongan tidak memenuhi kriteria kedua hal itu. Pertama, kebohongan tidak bersifat universal, jika kebohongan terungkap maka sesuatu yang tidak mengenakkan akan terjadi. Kedua, berbohong tidak dikategorikan humanitas, berbohong akan berhasil jika memanfaatkan ketidaktauan orang lain, namun hal ini sama saja dengan memanfaatkan orang lain.

Dalam agama, bohong termasuk perbuatan yang tidak terpuji. Islam menerangkan bahwa berbohong dapat merusak keimanan.

Rasulullah pernah bersabda bahwa bohong dapat menggiring seseorang ke dalam keburukan. Sejak kecil, mungkin kita pernah diajarkan berbohong sama saja mendustai Allah, diri sendiri, dan orang lain. Seseorang yang melakukan kebohongan sama saja menipu Allah, karena Allah Yang Maha Tau. Hal-hal yang dihindarkan dan selalu diingatkan oleh ustadz atau orang tua adalah janganlah berbohong. Berbohong adalah keburukan yang begitu mudah dilakukan, tidak memandang umur, dan banyak kejahatan yang bermula dari kebohongan. Kebohongan apapun alasannya tidak bisa dibenarkan, salah satu unsur yang membuat bohong berbahaya adalah bersifat candu dan erat dengan kepentingan diri sendiri maupun merugikan orang lain. Pepatah mengatakan, "Kejujuran adalah mahkota akhlak." Berarti bisa dikatakan bahwa kebohongan adalah sumber keburukan akhlak. Semoga kita semua dapat meminimalisir atau bahkan tidak berbuat bohong, aamiin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun