Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Ibu Hamil Ditolak Meninggal di Subang (Melihat dari Sisi Lain)

10 Maret 2023   13:00 Diperbarui: 10 Maret 2023   14:11 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mendengar berita seperti ini, rasa-rasanya memang memilukan dan terkesan mendapat banyak kecaman dari segenap masyarakat. Dimana letak kemanusiaan seolah dipertanyakan dalam respon sebuah negara. Bayangkan bila mereka selalu berkutat pada kondisi RS yang penuh hanya karena mereka pengguna BPJS yang sebenarnya tidak sepenuhnya gratis. Toh yang BPJS juga membayar iuran dengan rutin namun kenapa fasilitasnya tidak merata bahkan terkesan digerus oleh karena orientasi komersil bahkan mirisnya dari Rumah Sakit Pemerintah. 

Seolah tanda tanya pajak rakyat yang disalurkan ke APBD yang PAD murni maupun APBN yang transfer Dana Alokasi Umum maupun Khusus Fisik yang bidangnya Kesehatan. Kemana kah? 

Terus terang rata-rata banyak yang mengkritik soal sumber daya manusia kesehatan yang sudah jauh dari rasa sosial tersebut. Tidak lantas ditolong namun berbelit antara penuh atau bicara soal rujukan dahulu. Padahal ini emergency, yang mana jika kita sama-sama tahu dimanapun itu musti ditolong. Paling tidak pertolongan pertama apalagi ybs berasal dari wilayah yang sangat jauh dari Kota. Memang RSUD yang ibarat kata cukup lengkap memang berada di Ibukota Kabupaten begitu sampai malah ditolak. Semua pasti merasa sakit hati dan kecewa. Mengutuk seperti itu. Maka demikian perbaikan total sistem layanan kesehatan kalau bisa skala daerah harus benar-benar diseriuskan. Bahaya sih kalau memang ada kesenjangan bahkan dalam sasaran pasien yang ingin ditolong. Kalau memang ada diskriminasi tadi, ini merupakan sebuah 'tamparan' keras dan tegas kepada semua. 

Perkara soal transparansi terkait ketersediaan rumah sakit benar-benar pula harus ada audit yang menyeluruh karena kalau memang tidak terbukti atau sebenarnya masih bisa tertolong bukan lagi soal moral tapi ini tindak pidana kalau menurut UU Kesehatan, dimana kalau yang saya baca sekilas bahwa kedaulatan pasien benar-benar dijaga betul oleh para Legislator dan kepakaran yang berjuang merealisasikan Undang-Undang tersebut, terlepas memang UU tersebut ada kekurangan dan kontroversi makanya akan direvisi. Tapi untuk poin tersebut saya sepaham.

Saya sedikit tersentak manakala Ibu Hamil yang meninggal tersebut berasal dari Kecamatan yang sangat jauh dari Ibukota Kabupaten. Kalau yang saya baca Tanjungsiang notabene domisili sang ibu, berada di perbatasan antara Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat. Lebih dekat ke Lembang yang berada di Bandung Barat. 

Jarak ke Ibukota Kabupaten di Kota Subang yang berada di tengah adalah sekitar 38 km (hampir 40 km) melewati medan yang berbelit-belit kurang lebih 1,5 bahkan 2 jam untuk sampai di Subang. 

Setelah sebelumnya ybs dibawa ke Puskesmas Tanjungsiang karena ybs memang harus ditangani di fasilitas setara RS, dan itu ada di Kota. Mirisnya ditolak dengan alasan tiada surat rujukan. Memang bobrok kalau menurut saya. Sebenarnya kalau kasus yang mirip-mirip seperti ini ya realistis juga kalau terjadi kekurangan Rumah Sakit. Sementara Rumah Sakit RSUD standar Subang juga belum tentu bisa memenuhi semua kebutuhan daerahnya yang luas. 

To the point saja, kalau mungkin saya yang jadi Bupati. Memanfaatkan anggaran yaitu APBD Subang hampir 3 Triliun, yang mana 10 persen mandatory alias sekitar 300 Miliar Rupiah untuk Kesehatan. 

Saya inisiatif, karena Selatan yang mayoritas pegunungan itu cenderung terisolir dibanding Utara yang dilewati Pantura atau Tengah dimana Ibukota berada. Lebih baik saya bangun RS di kawasan Selatan, mungkin di Tanjungsiang atau Kecamatan terdekat nya yang agak maju, denga standar yang sama atau mendekati. 

RSUD Subang tipe B, RSUD di Selatan Tipe C atau D yang paling tidak dibekali dengan peralatan atau fasilitas memadai untuk pertolongan pertama atau bahkan beberapa fasilitas lain yang secara obyektif saya melihat data terkait kasus per kasus yang bisa ditolong manakala tak harus juga dibawa ke Ibukota Kabupaten yaitu di RSUD Ciereng, Kota Subang. Tidak usah bangun baru, bisa juga eksisting Puskesmas yang ada untuk ditingkatkan menjadi RS Kelas D, kalau langsung Kelas C mungkin harus dibangun lagi supaya selaras dengan standarisasi yang sudah ditentukan oleh Kemenkes. 

Setidaknya jiwa sosial juga bisa keluar manakala ada krisis terjadi dan jika memang punya relasi kuasa bisa dilaksanakan dengan sebaik adanya. Kalau menurut saya di Subang yang notabene akses infrastruktur nya juga masih relatif kurang baik bahkan antar kecamatan sekalipun, selain luas wilayahnya yang lumayan yaitu sekitar 2050 km2 dengan 30 kecamatan dan 1,5 juta jiwa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun