Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kisruh LPDP. Dilema Cinta Tanah Air dan Zona Nyaman

8 Februari 2023   20:00 Diperbarui: 8 Februari 2023   20:00 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Judul ini sangat relevan dengan realita sekarang. Ketika LPDP alias Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melaksanakan tanggungjawab moral negara menggunakan mandatory spending 20 persen dari APBN yang berlebih untuk tujuan menciptakan para generasi unggul harapan bangsa melalui fasilitas bagi mereka untuk kuliah di perguruan tinggi bergengsi dunia. 

Mereka dijamin penuh mulai dari biaya studi sampai biaya hidup untuk menuntut ilmu yang kelak bisa berkontribusi bagi pembangunan negara. Bayangkan tak sedikit uang yang keluar untuk memastikan mereka bisa hidup dan belajar secara layak, bahkan data terkini sudah mencapai hampir 120 triliun rupiah yang disimpan dan dikelola melalui skema dana abadi pendidikan bahkan untuk tahun ini rencananya akan ditambah sebanyak 20 triliun rupiah guna memperluas jangkauan masyarakat yang ingin berkesempatan menimba ilmu di luar negeri. 

Terlepas siapapun itu entah yang kaya maupun miskin, baik dia pekerja biasa hingga para abdi negara, asal dia Warga Negara Indonesia dan memenuhi syarat layaknya program beasiswa. Maka demikian mereka punya kesempatan untuk layak menerima privilege dari negara, biasanya salah satu syarat yang musti dipenuhi nadalah membuat essay yang berisi narasi atau gagasan mereka yang bisa meyakinkan pemberi beasiswa bahwa mereka juga punya tanggung jawab moral mereka mengapa menyasar jurusan atau universitas tersebut dikaitkan pada relevansi permasalahan bangsa dan memastikan bahwa mereka punya potensi dan motivasi yang selaras pada gagasan besar kemajuan bangsa di masa depan. 

Intinya semua dinarasikan secara 'manis' dengan harapan bahwa peluang itu semakin jelas nyata. Hanya saja, apakah semua bisa berbuah manis begitu saja sesuai dengan narasi yang mereka sampaikan?

Dari 15 ribu lebih penerima beasiswa yang sekarang terdaftar dalam berbagai jenjang. Memang jumlahnya relatif kecil sekitar 138 yang menolak pulang ke tanah air untuk mengabdi. Dimana 175 juga masih berada di luar negeri dan diberikan peringatan atau tidak mereka harus mengembalikan uang beasiswa yang sudah dikeluarkan oleh negara selama ini. Tidaklah kecil, tentu per orang saja sudah dihargai miliaran untuk memastikan mereka hidup dan belajar dengan tenang. 

Miris, sekalipun kurang dari 1 persen namun tentunya menjadi preseden buruk bagi pengelolaan beasiswa yang dilaksanakan oleh negara. Disisi lain, mereka adalah generasi harapan bangsa, tapi mengingat mereka semakin mapan dalam kualitas ilmu pengetahuan pasca belajar di luar negeri. Seakan mereka lupa bahwa mereka punya tanggungjawab moral sebagai seorang warga negara yang sudah dijamin untuk kelak mereka yang menentukan arah masa depan bangsa dimanapun pengabdiannya. 

Apalagi uang yang mereka nikmati adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak seluruh warga Indonesia yang dipertanggungjawabkan oleh negara setiap tahunnya guna kemajuan dan kemanfaatan bangsa. Seolah para oknum ini merasa bahwa luar negeri adalah zona nyaman dan mereka melupakan bahwa negeri ini dibangun dengan rasa perjuangan dan mereka lupakan itu. 

Sedih memang jika memikirkan 138 yang menolak pulang itu tidak menyadari bahwa masih banyak tanggungan negara terkait dengan pendidikan yang merata dan berkualitas di dalam negeri serta kurang perhatian. Mereka tidak ubahnya seperti para elit yang menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan golongan bahkan dengan mengatasnamakan belajar untuk pengabdian. Kalau kita narasikan secara kasar tak ubahnya praktik koruptif sekalipun mereka bukan penyelenggara negara bukan?

Miris ketika mereka berusaha bermanis-manis diawal dengan menjual kemampuan mereka agar mereka dipercaya untuk mampu mengembangkan potensinya di negeri seberang. Hanya saja mereka terlena akan kenyamanan yang berada di sana. Sekalipun mereka berdalih dengan berbagai alasan bahwa hidup disana juga butuh perjuangan dan mereka juga bekerja demi kenyamanan. Makanya wajar saja kewajiban untuk mengabdi di dalam negeri apapun jalan pengabdiannya meski memang tidak seimbang dengan kemampuan dan juga jaminan yang diberikan setara 2 kali masa studi disana plus 1 tahun lanjutan harus benar-benar dilaksanakan. 

Pengecualian adalah yang sudah mengikuti ikatan dinas seperti lulusan akademi atau poliiteknik milik angkatan bersenjata atau kementerian yang jelas mereka juga mengabdi untuk bangsa, begitu juga ASN dan penugasan-penugasan yang selaras dengan program pemerintah di luar negeri atau organisasi skala Internasional. Kurang lebih apapun caranya, saya hanya berharap bahwa Pemerintah juga musti serius soal ini, saya tidak berkomentar soal mekanisme atau kisah yang terjadi dalam program LPDP ini karena terus terang bilamana berkaitan dengan aspek pemerataan tentunya mereka seolah membuat negeri ini semakin timpang apabila mereka tidak menyadari kelakuan mereka. 

Jujur saja apabila saya berpikir bahwa 120 Triliun itu bisa dikelola atau diputar kepada hal yang terkait dengan pendidikan. Alangkah baiknya kedepan sebagai pencegahan atau dengan merombak total skema beasiswa kepada siapapun yang murni sudah mengabdi bagi bangsa dan negara melalui skema profesi. Semisal kuota sebaiknya terus ditambah bagi yang sudah terdaftar dalam ikatan dinas atau siapapun yang sudah mengabdi dalam profesi mereka baik guru maupun dokter spesialis yang benar-benar tenaganya dibutuhkan untuk negara dan bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun