Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Masa Jabatan Kades, Bukti Gagalnya Demokratisasi Lokal

27 Januari 2023   14:00 Diperbarui: 27 Januari 2023   14:04 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gerakan para kepala desa yang klaimnya mengatasnamakan rakyat membuat geger semua khalayak. Klaim mereka selalu bermuara pada materi, dimana gaji kades yang tidak memadai berikut pula modal yang keluar guna mencapai sebuah desa yang mandiri.

Desa merupakan warisan demokrasi tertua, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Namun, setelah merdeka praktik demokrasi di desa terus tercoreng bahkan praktik oligarki lebih menyeramkan di desa karena para perangkat desa seringkali menghantui masyarakatnya yang masih dalam garis kemiskinan dengan narasi pro rakyat tapi hanya ditelan mentah-mentah dalam narasi. Kemandirian dan kesejahteraan, hanya sekedar bualan politik? Reformasi hari ini gagal terjadi di desa. Mengapa?

Desa yang mandiri, sejatinya bukan berdasarkan pada pembangunan dan pemberdayaan fisik maupun manusianya melainkan pada stabilisasi politik dan administrasi yang berlangsung didalamnya agar tercipta bentuk kepercayaan di kalangan desa dan pemimpinnya. Pemimpin desa ihwalnya sebuah teladan bagi masyarakatnya, ibarat seorang Raja dalam sistem feodalisme. Namun perlu diingat, meskipun desa punya demokrasi tapi dia tunduk kepada entitas Negara. 

Tak sepantasnya desa menjadi contoh feodalisme bukan menjadi cerdas karena gejolak reformasi. Jadi, bisa disimpulkan bahwa desa mandiri itu tidak mendorong aspek berkelanjutan dalam segi kepemimpinan. Kalau dibilang, desa tersebut mampu mandiri utamanya secara manusia lantas mengapa tak ada sosok yang lebih baik untuk meneruskan pembangunan hingga waktu mendatang bahkan mengapa harus selama itu. Apa kursi itu membutakan hasrat untuk melayani berganti pada hasrat untuk menguasai? Ini yang berbahaya menurut kita semua jika terus-terusan terjadi. 

Maka demikian, jalan satu-satunya kita harus sepakat dan tak bisa dipungkiri bahwa sistem desa sudah hancur dan perlu reformasi secara total utamanya dalam segi regulasi UU maupun Konstitusi sekalipun. Desa tidak demokratis, tidak ideal pada konteks sekarang.

Demokrasi yang ideal adalah berbasis musyawarah, sejatinya peran BPD sebagai perwakilan masyarakat yang notabene benar dari unsur elemen masyarakat bukan pendukung kades dan perangkat terus diperkuat. Menurut saya demokratisasi secara kolektif kolegial musti dihidupkan dan dioptimalkan. Mengingat desa lingkupnya kecil, tidak harus dipegang oleh 1 orang atau kroni saja. Jadi, menurut saya posisi Kepala Desa sebaiknya adalah sebagai sebuah administrator sama halnya Lurah yang kini posisinya bukan sebagai policy maker melainkan hanya meneruskan saja ibarat seorang penyelia (supervisor), berikut juga perangkat desa.

Baik sekdes, kepala seksi hingga perangkat lainnya lebih baik status disamakan saja yaitu PPPK dengan kontrak maksimal 15 tahun tidak sampai usia 70 tahun seperti usul yang ujungnya malah menguntungkan para kroni kepala desa saja. Untuk kepala desa sebaiknya kontrak cukup 5 tahun dan semua sentralisasi dibawah kendali Pemerintah Daerah bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Peran kementerian tersebut harus dioptimalkan mengawal demokratisasi dan birokratisasi itu selaras dengan semangat Pemerintah yang fleksibel, jangan di Pusat berjalan mulus kenapa di Desa masih tergolong kolot.

Untuk pengambilan keputusan, semua dilaksanakan melalui mekanisme referendum alias musyawarah. Apapun itu, semua musti dilaksanakan seturut dengan keinginan masyarakat dari berbagai unsur yang berkenaan. Makanya BPD itu aktif untuk mengajak segenap masyarakat serta aktif pula memberikan masukan atau pandangan secara rasional dalam rangka pengelolaan desa yang lebih berkeadilan. Ingat prinsip adil itu didorong seluas-luasnya. Kolektif kolegial, yaitu diputuskan secara bersama-sama dan semua ada periodesasinya dengan penilaian yang obyektif siapa yang menjadi wakil dari BPD dari elemen mana saja. 

Dan tentunya dikawal sepenuhnya oleh masyarakat, bukan kroni-kroni saja. Termasuk isu sensitif soal tanah bengkok, tanah kas desa maupun Anggaran Dana Desa dari Pusat dan Pemda maupun PADesa. Semua musti melalui proses yang akuntabel, dan harus berbasis teknologi (peran Pusat untuk gencar meningkatkan bauran teknologi sebagai dukungan demokratisasi). Mengingat desa juga sudah beranjak mandiri, tentunya kemandirian itu harus dirasakan dalam aspek demokrasi. 

Soal keuangan saya no comment, namun untuk tanah bengkok mengingat status Kades dan perangkat sudah pegawai Pemerintah lantas sebaiknya dikembalikan pada skema tanah kas desa dengan pemberdayaan masyarakat maupun dalam skala BUMDes./

Desa tak bisa dipungkiri punya otonomi dan berbeda dengan Kelurahan tapi jangan lantas memberikan kesan bahwa Desa dan Kelurahan itu jauh karena Kelurahan adalah bawahan Kecamatan. Desa juga sejatinya demikian meski caranya beda. Begitu juga ADD menurut saya, sebaiknya jumlah tetap dan apabila ditambah skemanya adalah terkait pada insentif yang sifatnya reward and punishment. Seperti Pemda saja mendapat DID karena berhasil pada pencapaian-pencapaian tertentu dan audited bekerjasama dengan BPK dan Kejaksaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun