Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mudik Jebol + Wisata Longgar = Potensi Lonjakan Datang = Saatnya Tarik Rem?

18 Mei 2021   12:46 Diperbarui: 18 Mei 2021   13:09 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Beritasatu.com

Disisi lain memang lama-lama sulit bilamana menjaga Protokol Kesehatan secara ketat, disisi lain memastikan pemulihan ekonomi berjalan dengan meningkatkan daya beli. Setelah uang tunai sudah bergulir melalui THR, hingga Bantuan Sosial tentu mereka berbondong-bondong belanja tanpa peduli keselamatan, padahal Pemerintah juga memberikan diskon besar-besaran untuk Platform Belanja Online. 

Ramai juga sih, namun kayaknya lebih rame di lapangan deh karena bisa pilah-pilih. Miris intinya. makanya untuk situasi yang seperti ini Pemerintah juga masih terlalu mendewakan vaksinasi sebagai kekuatan apalagi Pedagang Pasar diklaim aman karena sudah banyak divaksin. Tapi apakah vaksin efektif begitu saja ketika longgar terhadap protokol kesehatan? 

Ingat sebelum ada anjuran dari WHO untuk longgarkan Prokes walau telah divaksin apalagi di Indonesia juga jumlah cakupan vaksinasi termasuk DKI Jakarta sekalipun belum begitu memungkinkan mencapai Herd Immunity sehingga masih tetap waspada. Yang kasihan juga kan tenaga Medis dan juga masyarakat umum yang mungkin saja peduli terhadap protokol kesehatan hingga tidak mudik dan tidak keluar rumah jika perlu namun lama kelamaan kena imbasnya. Benar-benar sia-sia perjuangan selama ini mengedepankan Adaptasi Kebiasaan Baru namun hancur begitu saja bilamana terjadi lonjakan potensi kerumunan yang tentu timbul penularan luar biasa.

Begitu juga ketika musim Lebaran. Tentu komunikasi Pemerintah juga harus benar-benar diperbaiki dalam konteks memberikan sosialisasi terhadap menyikapi dinamika yang ada. Tentu sangatlah membingungkan untuk masyarakat bukan hanya di kalangan Pemerintah. Seperti Mudik Lokal yang akhirnya dilarang setelah menyikapi dinamika terjadi lonjakan kasus di Aglomerasi yang tak terkendali karena walaupun pengetatan terhadap arus mudik telah dimulai apalagi peniadaan mulai tanggal 6. Justru longgar untuk konteks Aglomerasi sehingga perlu dijalankan pengetatan. Tentu sempat membingungkan pula utamanya Jabodetabek sebagai Aglomerasi yang ramai akan aktivitas Ekonomi. Perdebatan seperti larangan untuk silaturahmi hingga perjalanan lewat SIKM sempat menggema. 

Setelahnya, ketika Kepala Daerah merapatkan karena lagi-lagi Satgas Nasional pun melempar semua ke Daerah walaupun Inisiasinya dari Pusat tentu sangatlah aneh. Imbasnya memang menjadi kesulitan bagi semua bahkan tidak menjamin ini akan sukses. Peraturannya memang tidak perlu SIKM hanya berkesan lisan untuk keadaan darurat, untuk pekerjaan yang antar Aglomerasi bisa ketahuan lewat muatan (walau pasti lolos juga). Pemeriksaan Checkpoint juga diperluas antar batas Kota. Hingga yang mengagetkan ketika Ziarah Kubur dan TPU ditutup. Tentu kebijakan yang mungkin bingung namun dijalani karena klaim mereka ada dasarnya. Untuk Mall dan Tempat Wisata hanya untuk zonasi oranye dan merah yang kebetulan hampir semua wilayah mengalami.

Nyatanya, Pemerintah yang tidak jelas tentunya memberikan dampak yang tidak jelas kedepannya. Hari H Lebaran dan selanjutnya utamanya katanya Pemerintah masih simpang siur terhadap larangan untuk ziarah kubur, Shalat Id hingga mudik lokal dan juga pembukaan Mall dan Tempat Wisata. Nyatanya tetap saja kelihatan longgar bahkan walaupun ada pemeriksaan lewat Checkpoint kesannya hanya sebagai formalitas saja bahkan dikritik pengawasan seperti itu terkesan buang anggaran tanpa ada bukti yang jelas diputar balik. 

Maka demikian, Pusat dan Daerah juga buruk dalam merespon segala sesuatunya. Mulai dari keramaian tempat wisata seperti Ancol, TMII, Ragunan belum lagi Mall yang akhirnya juga buka, belum lagi pengalaman Silaturahmi antar Aglomerasi hingga Ziarah Kubur yang mungkin saja ketat ada saja longgar walau banyak resistensinya. Menunjukkan ketidakseriusan dimasa Lebaran ini yang harusnya menjadi penentu untuk kedepannya terkendali. Nyatanya malah mengkhawatirkan, sementara Mudik saja banyak yang jebol bagaimana bicara Mudik per Aglomerasi. Saya yakin dan percaya bahwa Tenaga medis pun akan pasrah akan situasi yang terjadi sejauh ini. 

Bayangkan keramaian pun untuk satu titik bisa terlihat sekitar 40.000an lebih per hari misalkan saja di Ancol padahal jauh diatas kapasitas. Walaupun memang imbasnya Pemerintah setelah rame langsung bertindak, menutup tempat wisata 3 hari namun untuk Mall tetap saja walau katanya diperketat melalui personel TNI-Polri atau bahkan ziarah kubur tegas ditutup. Tidak ada pula yang menegaskan soal sanksi, kalaupun ada saya ragu Pemerintah berani paling hanya teguran.

Biasanya sih Pemerintah akan bertindak tegas minimal memberikan sanksi kalau tidak tutup yahh harus denda terhadap siapa saja yang melanggar Protokol Kesehatan termasuk Unit Usaha. Namun jelas Pemerintah malah cenderung melihat pada target-target Ekonomi setelah Perekonomian Kuartal I kemarin masih belum menggembirakan karena belum bebas dari Resesi. 

Makanya saya juga ragu Pemerintah memperhatikan keselamatan, masih menggunakan narasi Pandemi terkendali, walaupun semua terkesan semu bahkan diragukan transparansi dan sinergitas terhadap kenyataan. Kritik tentu terus ada dan wajar bahkan solutif namun masalahnya Pemerintah juga tidak selamanya bisa mengakomodir karena mereka juga berkutat pada situasi ‘kantong kering’ maka harus diisi lewat kompromi. Jadi, saya yakin pula Rem Darurat tidak serta merta ditarik walau harusnya sih demikian. 

Iyaa, jika kita tidak mengenal Karantina Wilayah, seharusnya Pemerintah bukannya malah memperpanjang PPKM Mikro dengan janji memperketat 3 T pasca Lebaran (Arus Balik), melainkan kembali ke PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sesuai amanat Permenkes 9 Tahun 2020 dimana prinsipnya Belajar, Bekerja, dan Beribadah dari Rumah selebihnya Hanya Esensial seperti tahun lalu. Penegasannya juga bukan di DKI Jakarta dan Jabar saja melainkan wilayah yang sekarang sedang PPKM MIkro ini. Masalahnya Pemerintah akankah berani begitu saja? Saya rasa sih tidak, apalagi KPC-PEN juga sebenernya ragu karena selalu melihat semua berdasarkan hitung-hitungan bisnis padahal semua berbasiskan pada nyawa manusia. Jangan sampai jika lengah malahan ICU penuh, RS penuh lama kelamaan yang terjadi di India bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun