Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mudik Jebol + Wisata Longgar = Potensi Lonjakan Datang = Saatnya Tarik Rem?

18 Mei 2021   12:46 Diperbarui: 18 Mei 2021   13:09 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Beritasatu.com

Maka demikian langkahnya adalah Pembatasan Aktivitas Ketat (Enhanced Covid Measures) dimana salah satu aturannya adalah pergerakan dibatasi diluar rumah menjadi 2 orang saja kemudian WFH, Takeaway-Delivery untuk Tempat Makan, dan masih banyak lagi. 

Belum aturan karantina ketat pendatang 3 pekan hingga pendeteksian yang kini sudah mengarah pada antigen guna mempercepat screening dan pemetaan agar tidak lengah untuk dikendalikan. (Straits Times, 2021) Hal serupa juga terjadi di negara lain dalam status Waspada alias Tarik Rem, mulai dari Taiwan menaikkan Kewaspadaan menjadi Alert 3 atau Level 3 yang kurang lebih sama seperti PSBB, disamping pula negara lain seperti Malaysia sudah dahulu melakukan MCO atau Lockdown Total dan Ketat seketika setelah lonjakan kasus benar-benar tak terkendali (Nikkei Asia, 2021). Bukan tidak mungkin hal ini akan terjadi di Indonesia. Mengapa?

Belajar dari pengalaman masa lalu, ketika lonjakan kasus pasca Natal dan Tahun Baru. Pemerintah Pusat memutuskan untuk menghandle segala pengendalian kasus dibawah KPC-PEN setelah sebelumnya semua dibebankan kepada Pemerintahan Daerah (dengan pengawasan Pusat) melalui skema PSBB. Rem Darurat itu sempat ditarik melalui Instruksi Mendagri 1 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Yang kita kenal selama ini bahkan mulai Maret mengingat Indonesia sendiri berujar bahwa penanganan Pandemi bilamana hanya fokus pada tingkat yang makro seperti Kota dan Provinsi tidak akan selesai, maka demikian perlu ada PPKM skala Mikro berbasis Desa hingga RT yang mengadopsi sistem India yang dinilai sukses dengan Containment Zones atau Lockdown Mikro dimana Pengetatan atau Pembatasan secara total lebih spesifik pada lingkungan terdampak sehingga tidak mengganggu aktivitas lain. Apakah salah? Tidak juga, memang sangatlah efektif bilamana belajar dari India. 

Namun, kita bermain dengan konsepsi ketaatan atau kedisiplinan yang terjadi di tingkat bawah. Mungkin saja testing dan tracing juga sudah masif dilakukan bukan hanya berbasis PCR Test dengan Lab BSL 3 Mobile bahkan screening dimulai juga dari Antigen Test secara lacak sebagai Deteksi belajar dari India dan berbagai negara sehingga lebih masif untuk Tracing atau penelusuran kontaknya. Apakah ini juga sudah sukses? Paling tidak untuk meringankan pula beban Satgas di tingkat yang paling atas seperti Kota hingga Provinsi.

Argumentasi saya adalah bilamana Pemerintah masih berbuat dengan kompromistik, kembali dengan isu WNA atau TKA yang malahan masif datang ditengah pandemic dan larangan Mudik. Saya percaya bahwa Pemerintah mungkin saja serius atau berkomitmen ketat menjaga mereka mengingat mereka adalah lapisan esensial yang berkutat pada Proyek Strategis Nasional, diganjar karantina 14 hari secara ketat dan 2 kali tes PCR sebelum beraktivitas. Intinya benar-benar tidak ada diskriminasi. 

Kemudian untuk warga lokal Pemerintah disisi lain tegas melarang namun mereka tidak serius menemukan jalan keluar. Sebenarnya konteksnya adalah sama seperti dengan pengecualian yang berbasis SIKM ketika Larangan Mudik, dimana yang datang adalah fungsi esensial dengan Karantina 5 hari dan 2 kali tes Antigen. Cuma masalahnya adalah Satgas yang kurang konsisten dan malahan bermain dengan situasi dimana jikalau banyak pengecualian ini juga tidak sepenuhnya baik. 

Maka demikian perlu diubah, seharusnya menurut saya untuk Larangan Mudik jelas jangan sampai ada yang masuk termasuk surat-surat seperti SIKM, kemudian sosialisasinya harus jelas bukan buntu. Untuk WNA saja malah diskriminatif, Repatriasi TKI saja tidak boleh pulang sedangkan WNA jalan meskipun China sendiri telah dinilai aman dari Pandemi, dan Pemerintah melarang India termasuk yang menggunakan KITAS sekalipun. Masalahnya Indonesia juga lengah soal ketahanan, masih kompromi terhadap ekonomi tanpa mau memikirkan lagi keselamatan. Meskipun Ekonomi juga penting

Kompromi yang terkesan blunder pula berdasarkan konteks pada masa Lebaran dan Puasa ini adalah dimana Larangan Mudik diberlakukan meski kesannya mendadak serasa tidak ada kajian yang mendalam, dimana sempat pula simpang siur Mudik dengan Prokes Ketat atau sama sekali dilarang akhirnya dilarang juga. 

Namun, Pemerintah berkesimpulan Ekonomi harus tetap jalan tentu sangatlah diragukan lagi bilamana melihat konteks keuntungan semata terlihat pada Wisata yang dibuka dengan Prokes Ketat pada lingkup Lokal kemudian Mall dan Pasar. Walaupun Mudik dilarang tetap saja tidak menjamin pergerakan bisa dikendaiikan dengan mudah. Sebagai bukti, sebelum Lebaran Pasar-Pasar dan Pusat Perbelanjaan cenderung ramai termasuk Tanah Abang, Jakarta yang membeludak. Bisa terbayangkan sesuai aturan PPKM Mikro (yang sebenarnya simpang siur juga, karena kompromistik) memperbolehkan 50 persen kapasitas. 

Faktanya, yang ada malah melebihi bahkan klaim Pemprov DKI dan Pengelola bisa sampai 170 persen lebih kapasitas. Hal ini bahkan terjadi pula di Mall Besar namun malah tidak diindahkan. Lagi-lagi yang menjengkelkan Aparat dan Satgas terkesan seperti ‘Pahlawan Kesiangan’ baru bertindak setelah ramai, mulai dari penutupan jalan bilamana melebihi kapasitas hingga penutupan moda transportasi disekitarannya sambil Patroli rutin baik terhadap Pedagang Resmi maupun Kakilima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun