Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi dan Pesan Hari Pendidikan 2021 Ala New Normal

2 Mei 2021   14:55 Diperbarui: 2 Mei 2021   14:56 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar -- beritawarganet.co

Kurang lebih hal ini yang menjadi penggalan kata sekaligus tema dalam Hari Pendidikan Nasional di tahun ini. Memang pada tahun ini kita dihadapkan pada situasi yang tidaklah mudah apalagi pendidikan kita terkesan stagnan bahkan kalau boleh jujur bahwa kita sudah berada pada posisi turun kebawah karena dorongan yang berusaha untuk membuat kita seakan jatuh meski pada akhirnya kita punya misi yang besar dan terukur sekalipun. Maklum cobaan alam semesta yaitu Pandemi sekarang ini sudah berpengaruh pada segala ini utamanya Pendidikan kita, yah bekal masa depan generasi penerus yang disisi lain belum banyak siap akan keadaan. Kebetulan baru nyadar juga bahwa sekarang bulan Mei maka demikian beriringan juga dengan Bulan Pendidikan pada umumnya, nah saatnya pula saya sedikit banyak memberi pencerahan walau ala kadarnya tentang potret pendidikan kita setahun terakhir.


Sesuai Tema memang terkesan optimistik namun ada sebuah sisi realistis dari pemaknaan akan tema yang diusung, yaitu sebuah harapan yang manakala tidak terjadi instan haruslah butuh sebuah motor penggerak dalam hal ini kolaborasi menjadi kunci utamanya. Sesuai arahan dari Menteri Pendidikan kita alias Mendikbudristek berdasar Nomenklatur baru yaitu Nadiem Makarim bahwa kurang lebih makna yang saya tangkap bahwa kita memang sudah banyak ketinggalan dan kita tak bisa pungkiri bahwa ketertinggalan kita malah membuat banyak masalah hingga sampai urusan fundamental sekalipun soal pendekatan yang kurang literatif hanya berkesan teori stagnasi tanpa cenderung fokus pada implementasi akan isu, sudah barang tentu sesuai istilah keren yah kesannya gada unsur Link n Match dengan dunia nyata alias dunia kerja kedepannya. Barang tentu ini menjadi sesuatu yang mencengangkan manakala kita juga stagnan dan diragukan soal kompetensi kita dalam berjalan pada dunia kerja. Semua dilandasi dari cara pandang kita terhadap upaya Pendidikan.


Perubahan bukanlah menjadi sesuatu yang bisa ditawar tidaklah main-main soal kebijakan yang harus terganti secara kepentingan apalagi legacy Politik namun soal Pendidikan adalah bicara konsep panjang yang menimbulkan kepastian seringkali belum sampai pada tahap kesitu. Tentu sangatlah memalukan dan malah membuat kita terkekang akan perkembangan keadaan. Ini menjadi PR besar bagi kita untuk membuat semua menjadi dinamis. Bilamana istilah Merdeka adalah harapan kita masih saja terus berjuang, padahal nyatanya segala potensi sudah layaknya kita miliki. Kita bukan terjajah oleh faktor luar melainkan dalam kita sendiri yang kesannya ga komit untuk mau diubah sedemikian rupa, asalkan konsisten dan jelas plus barang tentu relevan banget ama konteks sekarang pasti mudah, ibaratnya kek gitu. Yahhh macam kurikulum yang ada sekarang aja malah ambyar.


Saya memang bukanlah ahli pendidikan hanya saya Cuma mau bersuara pake pendekatan saya sebagai seorang generasi pembelajar menuju intelektual muda atau mapan. Saya menyoroti negara memang tidak baik-baik saja dan tak bisa dipungkiri semua oleh karena sistem membangun mental yang sudah saatnya harus dihilangkan. Budaya yang buruk haruslah dipahami sebagai sebuah cobaan dan tantangan yang harus dihadapi bukan terkesan menyerah pada keadaan mengingat ini sudah mendarah daging. Katanya optimis moso malah leyeh-leyeh, yah salah juga. Kita tau ini ga baik kok didiamkan, yahh perlahan tapi pasti diberesin dong. Yahhh apalagi situasi pandemi kek gini mengharuskan orang juga untuk adaptasi terhadap teknologi dalam setiap aspek pembelajaran, bukan soal infrastruktur yang memadai dan merata. Hal itu sihh relatif cuman yang menjadi perkara bagaimana literasi mereka anak-anak yang sebenarnya belum cukup umur untuk mendalami teknologi, jangankan untuk hal pendidikan dan kelak pekerjaan mungkin untuk yang dasar saja mereka hanya terkesan bisa menggunakan saja tanpa bisa lebih mendalami dan memahami. Kan itu juga harus jadi evaluasi maka dengan tegas kalo jujur PJJ masih belum sempurna dan banyak yang harus diperbaiki walaupun kedepan kita akan hadapan sama konsep beginian, yahh cara amannya Blended Learning lahh harus ada yang dampingi karna 4.0 ntu butuh proses. So pasti ga mudah. 

Apalagi inilah yang menjadi problem bagi dunia pendidikan kita, condong membangun mindset sebagai user yang cenderung ketergantungan saja, hanya terlena menikmati keadaan walau kesannya terpaksa pada sistem tanpa diberikan kesempatan menyesuaikan pada keadaan. Akhirnya terkesan dipaksa dan lama-lama jenuh dan tidak sepenuhnya efektif makanya terkesan kita seperti diperbudak. Maka yang jadi catatan penting pula bahwa pendidikan sesuai dengan kata Merdeka dan Bergerak adalah minimal diberi ruang bagi semua lapisan untuk memberikan sumbangsih atau eksperimen. Pendidikan sejatinya bukan sekedar berpaku pada sistem namun menggunakan dan memperbarui sistem berbasis keilmuan, lha wong ilmu dibuat oleh manusia sejatinya juga kita harus mencipta atau mengusung perubahan yang terjadi bukannya saklek ngikut ama kebijakan luar. Kebijakan luar boleh jadi padanan namun jangan mentah juga diikutin mentang-mentang mereka bagus. Ingat prinsip otomotif : Amati, Tiru dan Modifikasi kalau perlu Inovasi, mengapa demikian? Karna tantangan dan kompleksitasnya juga beragam, belum tentu semua punya aspek kecocokan maka demikian jelaslah bahwa kita harus merdeka kita harus kolaborasi membangun kerjasama kemitraan baik untuk bersahabat dengan keadaan. Sejatinya kita punya gagasan bebaslah kita tawarkan, toh salah benar adalah hal wajar mengingat kita juga sedang belajar. Justru bilamana terjadi demikian maka akan tercipta sebuah konsensus dimana setiap ilmu terbentuk dari kita dan sama-sama kita kembangkan demi kebaikan. Toh, yang kita pahami bersama sebuah ilmu juga bukan turun dari langit begitu saja melainkan dari setiap pengalaman fenomena yang sudah kita alami sejauh ini lalu kita tuangkan melalui hipotesa sebelum dikembangkan menjadi sintesa lalu pada akhirnya ada antitesa yang saling diputar serta mengalir. Itulah prinsip sebuah ilmu yang ada sejauh ini, saling melengkapi, memperbaiki dan mengatasi. Yahh mengatasi masalah.


Demikian itu yang bisa saya sampaikan, pesan saya adalah kelak semua bisa tercapai melalui deal yang pasti. Kuncinya adalah pasti karena bilamana ada yang kurang semua aspek akan berpengaruh. Kita bisa menjadi manusia sepenuhnya karena didikan, manakala didikan itu salah saja akan beriringan dengan dunia/lapisan lainnya. Jadi haruslah evaluatif dan juga solutif memahami dinamika, minimal adanya keleluasaan untuk berpikir dan bertindak karena bicara pendidikan adalah bicara kekuatan daya pikir kedepan. Mengingat situasi yang kini dilanda krisis justru selayaknya menjadi dorongan kita untuk masif menggerakkan sebuah penataan dan perubahan melalui skema pendidikan kita untuk kedepannya tidak lagi cenderung rutinitas atau monoton namun berdampak sangatlah luar biasa bagi pembangunan Bangsa. Tentu menjadi dambaan kita khususnya menghadapi Bonus Demografi saat ini. Sekian


Selamat Hari Pendidikan Nasional

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun