Mohon tunggu...
Felisty Beatrix Pangruruk
Felisty Beatrix Pangruruk Mohon Tunggu... Mahasiswa - nugas

Halo selamat datang. Terimakasih telah berkunjung.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pengalaman Baru di Tanah Rantau

26 Maret 2021   00:40 Diperbarui: 26 Maret 2021   00:46 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Merantau merupakan hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia merantau untuk menempuh pendidikan. Hal ini juga dilakukan olehku. Namaku Felisty, saya merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Impian saya ingin menjadi seorang broadcaster handal yang terlibat dalam projek - projek besar.

Setelah mengakhiri pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), saya ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dengan jurusan yang sama saat saya duduk di bangku SMK. Ya, jurusan broadcasting. Namun di ibu kota Papua ini, Universitas dengann jurusan seperti itu sangat minim peralatannya. Saya memutusakan untuk kuliah di kota dengan sebutan "Istimewa". Dengan restu dan dukungan doa orang tua dan kedua kakak saya, akhirnya saya bisa melanjutkan pendidikan saya di kota ini.

Satu hal yang tidak pernah saya lupakan saat hendak berangkat ke kota Yogyakarta; saya duduk bersaama teman saya yang juga berangkat bersama saya di ruang tunggu keberangkatan. Pada saat itu mama saya menelefon, kami berbincang-bincang dan seketika terdengar suara klakson bercampur dengan teriakan dalam telefon. Saya pun terkejut mendengar suara itu. "Maa..mamaa..." Dengan nada yang sangat khawatir saya memanggil-manggil mama saya, namun tidak ada jawaban. Ya, mama dan papa saya mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang ke rumah setelah mengantarkan saya ke bandara. Puji Tuhan, kedua orang tua saya selamat.  

Mama berpesan pada saya untuk selalu ingat atas kejadian yang menimpa mereka mama yakin bahwa kejadian itu menjadi teguran sekaligus peringatan agar saya bisa menempuh pendidikan saya dengan baik dan fokus.

Setelah tiba di Jogja, kami berdua di jemput oleh teman seperjuangan kami saat SMK, yang sudah 2 bulan lebih awal menjalani kehidupan rantau di kota Istimewa ini. Karena belum mendapatkan kos, kami sebulan numpang di kosnya. Hari demi hari kami lewati selalu bersamaan. Mulai dari saling mangantar untuk mendaftar di Perguruan Tinggi impian masing - masing, hingga kami dipersatukan kembali di Universitas yang sama. Saya yakin bahwa itu sudah menjadi skenario dari Tuhan untuk kami bertiga. Saya bersyukur bisa bersama - sama dengan mereka di perantauan.

hari demi hari saya jalani tanpa orang tua dan keluarga di kota yang masih terasa asing bagi saya. Perasaan rindu terus - menerus datang menghampiri. Namun hanya dapat terobati dengan video call.

Terkadang saya merasa aneh dengan hari - hari yang saya jalani. Mungkin saja saya sedang mengalami culture shock. Saya sangat merasakan perbedaan yang signifikan antara Yogyakarta dan Jayapura. Mulai dari kehidupan yang sangat murah, jalanan yang bersih, sampai - sampai masyarakat yang menunjukkan arah menggunakan mata angin. Itu membuatku sangat bingung.  

Beberapa bulan sudah saya lalui di kota ini. Bertambahnya kenalan membuat saya merasa senang. Bahkan bebrapa dari mereka sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri. Bagaimana tidak seperti saudara? Mereka selalu ada setiap suka dan duka yang saya rasakan. Saat tanggal tua menghampiri, kami berkumpul layaknya keluarga untuk berpatungan membeli bahan makanan yang akan kami olah untuk santap bersama.

Hampir lupa cerita. Saat saya berbelanja di kedai - kedai atau warung - warung di sini, saya terkejut dengan harga - harga makanan maupun minuman yang dijual. Harganya sekitar setengah harga dari kota asal saya. Yapp, hal itu menyebabkan jiwa keborosan saya melonjak. Dalam satu hari saya bisa menghabiskan 100 ribuan hanya untuk memnuhi kesenangan perut saya yang bahkan tidak sedang dalam keadaan lapar. Sampai tiba di akhir bulan yang biasa disebut dengan tanggal tua, membuatku menyesal sudah menghabiskan uang dengan sangat boros. Saya terlupa dengan kejadian yang menimpa orang tuaku. Aku terlalu asik untuk jalan - jalan mengeksplor kota Istimewa ini dan melupakan kewajiban saya sebagai seorang mahasiswa untuk belajar.

Suatu ketika saya diperhadapkan dengan kecelakaan yang mengharuskan saya mengeluarkan banyak uang. Saat itu perasaan sedih, marah, menyesal, semua bercampur menjadi satu. Sangat ingin untuk menceritakan semua kejadian ini ke mama, namun diri ini merasa malu dan takut membuat sedih hati mama. Aku bersyukur kepada Tuhan telah memberikanku keluarga baru di Jogja. Merekalah yang membantuku saat masalah ini menerpa. Beberapa sahabat saya yang di Jayapura pun turut membantu meringankan masalah ini. Melalui kejadian ini, saya sadar bahwa Tuhan sedang menegur saya. Sadar akan hal itu, saya bertekad untuk mulai fokus dalam menempuh perkuliahaan saya.

Melalui pengalaman ini, saya ingin menyampaikan kepada teman - teman rantau lainnya untuk tidak menyepelehkan perkataan dari orang tua, perbanyak relasi. Karena kita sebagai makhuk sosial perlu dengan yang namanya interaksi antara satu dan yang lainnya agar dapaat saling menolong jika ada dari antara kita yang butuh pertolongan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun