Mohon tunggu...
Feliks Janggu
Feliks Janggu Mohon Tunggu... Freelancer - Warga biasa di Kota yang ditata sangat luar biasa, Labuan Bajo

Anak asli Mabar nTt

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

"Roma" Terapkan Hukum Islam?

2 Mei 2019   17:20 Diperbarui: 2 Mei 2019   18:28 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan Menteri Jonan Kamis 11/4/19 di Komodo Labuan Bajo disambut secara adat | dokpri

Kita lupakan dulu beban pikiran kita tentang pro kontra hasil pilpres. Istirahatkan pikiran kita dari kelelahan memikirkan nasib buruh di negara ini.Saya ajak kita berjalan-jalan ke kampung kecil saya di bagian timur Indonesia. Namanya Komodo, di Flores Barat Nusa Tenggara Timur. Hari-hari terakhir kami diresahkan wacana Kementerian Pariwisata menerapkan WISATA HALAL di kampung ini.

Anda tahu Flores, boleh dikata SERAMBI ROMA dan hendak menerapkan prinsip-prinsip islami dalam pengelolaan pariwisatanya yang telah mendunia itu??

Telinga kami begitu awam dengan kata halal. Begitu juga berbagai kelompok masyarakat, kelompok komunitas diskusi apalagi orang-orang tua.

Untuk memenuhi rasa ingin tahu, saya mencoba mencari di mesin pencari google dan menemukan di-website pemda Aceh: disbudpar.acehprov.go.id. gambaran singkat tentang wisata halal. 

Secara umum di sana dijelaskan, wisata halal diartikan sebagai kegiatan wisata yang dikhususkan bagi wisatawan muslim dan bagaimana melayani mereka dengan akomodasi  dan tata cara sesuai dengan aturan agama Islam.

Kementerian pariwisata sudah mengupayakan penerapan wisata halal di Bali dan Toraja namun ditolak. Pekan terakhir berembus wacana menjadikan Komodo sebagai wisata halal dunia dan langsung mendapat respon dari berbagai kalangan masyarakat. Mayoritas masyarakat menolak!

Secara prinsipil, wisata halal menawarkan konsep yang sangat positif, yakni memberikan kemudahan beribadah bagi wisatawan muslim, kemudahan mendapatkan makanan halal, serta terjaganya dari kemaksiatan dan kemungkaran. Namun semua itu bisa disiapkan tanpa ada embel menerapkan aturan agama Islam. Semangat toleransi saja sudah bisa menjaga ke-halal-an berbagai sajian kuliner di sini. Cukup!

Saya sebenarnya sangat risih bicara identitas keagamaaan, karena memaksa saya berbicara kami dan mereka. Hal yang paling saya tidak suka. Namun secara objektif saya harus jujur sebagai seorang Katolik, sungguh merasakan kurang nyaman dengan datangnya terminologi halal di sini.

Hal paling sederhana, ketika konsep halal ini muncul, harus ada diksi lain yang menemani dan agak negatif yakni haram. Kata yang selalu didengungkan untuk menegaskan bahwa aktivitas lain itu buruk.

Misalnya hukum Islam tegas menyebut minuman keras itu haram. Padahal bagi kami, minuman keras ketika dibawa ke ranah  budaya dan dipakai untuk menyambut tamu, arak mendapat tempat terhormat.

Ia mengandung doa terbaik bagi tamu yang datang. Kami wajib menyambut tamu istimewah dengan arak, dan ketika menyerahkannya diiringi pesan "ini minuman dan jangan ambil dari minuman orang lain".

Ungkapan itu adalah sebuah doa dan mengandung warisan keyakinan  masyarakat  bahwa minuman itu akan memagari tamu dari segala gangguan apa pun selama berada di kampung kami. Ini sudah berbicara tentang keyakinan budaya, bukan lagi air putih memabukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun