Mohon tunggu...
Feggy Hentrisa
Feggy Hentrisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pendekatan Regulasi pada Sektor Penyiaran di Era Konvergensi Media

17 Juli 2018   20:15 Diperbarui: 17 Juli 2018   20:23 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi atau mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, seperti politik atau ekonomi, media massa khususnya media penyiaran merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas (Morrisan, 2008 : 13-14).  

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya semakin strategis, terutama dalam mengembangkan kehidupan demokrasi. Penyelenggaraan penyiaran tentunya tidak terlepas dari kaidah-kaidah umum penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara universal. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit goestasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien (Morrisan, 2008 : 31).

Perkembangan teknologi selalu mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Di samping optimalisasi sisi positif, antisipasi terhadap sisi negatif konvergensi juga perlu diperhatikan sehingga konvergensi teknologi mampu membawa dampak yang positif, regulasi yang memadai agar khalayak terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Terutama bagi kalangan pengguna atau publik yang memiliki potensi terbesar sebagai pihak yang dirugikan alias menjadi korban dari konvergensi media.

Persoalan pertama regulasi menyangkut seberapa jauh masyarakat mempunyai hak untuk mengakses media konvergen, dan seberapa jauh distribusi media konvergen mampu dijangkau oleh masyarakat. Permasalahannya adalah  perkembangan teknologi umumnya selalu mendahului regulasi. Dalam hal penciptaan regulasi konvergensi media, institusi yang paling berwenang membuat regulasi adalah pemerintah atau negara. Di satu sisi negara memegang kedaulatan publik dan di sisi lain negara mempunyai apparatus yang berfungsi menjaga efektif tidaknya sebuah regulasi.

Gambaran ideal dari hubungan tiga aktor konvergensi (negara, pasar, masyarakat) ini mestinya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Jangan sampai terdapat salah satu pihak yang mendominasi yang lain, misalnya media konvergen cenderung mendominasi masyarakat, sementara masyarakat tidak punya pilihan lain selain menerima apa adanya tampilan-tampilan yang ada pada media.

Konvergensi media di bidang industri belakangan ini mulai bermunculan di industri penyiaran. Dimana media tradisonal bergabung dengan media modern untuk menghasilkan satu tujuan yang sama yaitu keuntungan finansial. Saat ini media sudah mulai diseimbangkan kembali karena adanya kompetisi, kooperasi/kerjasama, dan konvergensi digital dalam penyiaran, media cetak dan internet. Hal ini terjadi karena didukung oleh beberapa faktor pendukung yaitu maksimalisasi keuntungan, proses fleksibilitas regulasi dan inovasi teknologi.

Pemaksimalan profit adalah pondasi yang paling utama dalam konvergensi industri karena seiring dengan inovasi tekhnologi pasti diikuti dengan bertambahnya profit. Inovasi tekhnologi ini membentuk industri komunikasi massa, yang selanjutnya menciptakan cakupan ekonomi yang lebih luas dan oleh sebab itu menciptakan model bisnis yang menguntungkan bagi industri media dan bahkan mampu menstimulasi pembangunan terpadu pada bisnis media sebagai industri.

Fleksibilitas regulasi merupakan salah satu alasan eksternal dari konvergensi digital. Menurut teori management ekonomi bahwa dengan adanya investasi skala besar yang berulang bisa merusak kompetisi bisnis dan konsumsi khalayak. Sebagai konsekuensinya monopoli industri dapat menyebabkan rendahnya efisiensi biaya produksi dan alokasi sumber.

Oleh sebab itulah dibutuhkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang menjamin efektivitas dari monopoli industri alami. Pengaturan ini berangkat dari kompleksitas sistem penyiaran di Indonesia yang lebih bersifat komersial. Perhitungan profit menjadi pertimbangan utama dalam menentukan isi siaran. Produksi program tidak ditentukan oleh apa yang dibutuhkan masyarakat namun lebih pada apa yang disukai.Kepemilikan sebagian TV mengerucut pada segelintir orang, terlebih bila TV digunakan untuk melanggengkan kepentingan politiknya.

Di Indonesia beberapa konvergensi media di bidang industri dimiliki oleh politikus. Bahkan bisa dibilang industri penyiaran terbesar di Indonesia semuanya di miliki oleh seorang politikus seperti : PT Media Nusantara Citra Tbk, atau MNC Group milik Hary Tanoesudibjo (Ketua Umum Partai Perindo), PT Visi Media Asia (VIVA) milik Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai Golkar), PT Trans Media Corporation milik Chairul Tanjung, PT Media Televisi Indonesia milik Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem).

Dari kepemilikan industri penyiaran yang begitu besarnya dari kalangan politikus, maka dapat dilihat saat ini banyak media yang memberikan informasi tidak sesuai dengan fakta. Tentunya hal ini sangat melanggar kode etik jurnalistik yang seharusnya memberikan informasi dengan akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun