Mohon tunggu...
Feddy Wanditya Setiawan
Feddy Wanditya Setiawan Mohon Tunggu... Lecturer, Strategic Researcher

Sharing stories and ideas on the humanities, economics, politics, technology, sports, and more

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Indonesia 2025: Fenomena Malas Nabung & Ngutang di Tengah Pelonggaran Moneter [bg. 1]

22 Mei 2025   12:53 Diperbarui: 22 Mei 2025   15:20 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi lesu, kredit melambat serta fenomena enggan nabung dan ngutang [i. prompt kuratorial AI by Feddy WS, 2025]

Ekonomi Indonesia sedang menghadapi fase yang cukup pelik di tahun 2025. Di tengah pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI), yang ditandai dengan penurunan suku bunga acuan dan pelonggaran likuiditas, justru terjadi fenomena kontradiktif: pertumbuhan kredit melambat, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang biasanya menjadi sumber likuiditas utama perbankan juga melemah. Data BI per April 2025 menunjukkan pertumbuhan kredit hanya sebesar 8,88%, turun dari bulan sebelumnya yang berada di 9,16%, sementara pertumbuhan DPK juga melorot dari 5,51% (yoy) pada Januari 2025 menjadi 4,55% pada April 2025.

Fenomena ini mengindikasikan adanya perubahan mendalam dalam perilaku ekonomi masyarakat dan dunia usaha, serta mengundang analisis menyeluruh terhadap risiko struktural, makroekonomi, hingga psikologi pasar.

Analisis Penyebab Lesunya Kredit dan DPK

1. Permintaan Kredit yang Melemah (Demand Shock)

Menurut Deputi Gubernur BI, Juda Agung, penurunan pertumbuhan kredit saat ini lebih dominan disebabkan oleh sisi permintaan. Masyarakat dan korporasi terlihat lebih hati-hati dalam berutang, bahkan ketika suku bunga turun. Beberapa penyebabnya antara lain:

  • Ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik yang masih tinggi.
  • Daya beli rumah tangga yang stagnan, bahkan cenderung menurun.
  • Kehati-hatian pelaku usaha karena prospek permintaan produk yang belum membaik.

2. Penurunan Minat Menabung (Supply Side Weakness)

DPK yang merupakan jantung likuiditas bank juga tertekan. Kemerosotan pertumbuhan DPK mengindikasikan:

  • Penurunan surplus pendapatan masyarakat dan bisnis.
  • Perpindahan preferensi instrumen investasi, terutama ke sektor non-bank seperti emas, obligasi pemerintah, hingga aset digital.
  • Erosi kepercayaan terhadap perbankan konvensional, terutama dari generasi muda yang lebih memilih platform finansial alternatif.

3. Efek Transmisi Kebijakan Moneter yang Tidak Linear

Biasanya, pelonggaran suku bunga diharapkan mendorong pinjaman, tetapi saat ini transmisi kebijakan moneter ke sektor riil terhambat. Penyebab utamanya:

  • Ekspektasi inflasi masih tinggi, sehingga pelaku usaha tetap waspada.
  • Fragmentasi antara perbankan besar dan kecil, di mana bank kecil lebih kesulitan menyalurkan kredit meski likuiditas longgar.
  • Kredit macet (NPL) yang masih membayangi dari sektor-sektor terdampak pandemi.

Dampak Sistemik yang Perlu Diwaspadai

1. Risiko Kredit Tertekan Jangka Menengah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun