Sabtu sore, 11 Mei 2025, pukul 15:57 WIB, bumi Aceh kembali bergetar
Sebuah GempaBumi berkekuatan magnitudo 6.2 mengguncang wilayah Aceh Barat Daya, dengan episentrum terletak 21 kilometer barat daya Blangpidie pada kedalaman 45 kilometer. Guncangan ini mengejutkan warga, mengingatkan kembali pada luka sejarah bencana alam di Tanah Rencong. Namun, berbeda dengan masa lalu, kali ini narasi baru tengah dibangun: ketangguhan dan kesiapsiagaan masyarakat.
Dimensi Geospasial dan Anatomi Seismik
Menurut analisis dari BMKG, titik gempa berada di koordinat 3.67 LU dan 96.86 BT, sebuah wilayah yang secara tektonik memang berada di jalur aktif pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Karakteristik gempa dangkal ini, meski tidak menimbulkan tsunami, tetap memiliki dampak psikologis dan fisik yang signifikan bagi masyarakat.
Teknologi pemodelan seismik terkini memperkirakan bahwa guncangan tersebut tersebar merata di sepanjang jalur patahan aktif di barat daya Aceh. Sistem peringatan dini berbasis AI yang dipasang di Banda Aceh dan Aceh Besar telah mendeteksi gelombang primer dalam 5 detik pertama, memberikan waktu evakuasi beberapa detik yang sangat krusial.
Kekuatan Guncangan yang Terasa hingga Medan
Laporan dari pengguna media sosial di Medan dan Binjai menyebutkan bahwa getaran gempa terasa hingga wilayah Sumatra Utara. Hal ini memperkuat asumsi bahwa struktur batuan sedimen di pesisir barat Sumatra memungkinkan transmisi gelombang seismik yang efisien.
Peta intensitas guncangan (shakemap) menunjukkan skala MMI III-IV di wilayah Banda Aceh dan sekitarnya, cukup untuk membuat warga berhamburan keluar dari bangunan.
Komunikasi Risiko dan Respons Masyarakat
Dalam waktu kurang dari satu menit, akun resmi BMKG di X (Twitter) telah merilis informasi awal gempa, disertai klarifikasi bahwa tidak berpotensi tsunami. Ini menunjukkan efektivitas strategi komunikasi risiko yang telah dikembangkan selama dekade terakhir, di mana kecepatan informasi kini dipadukan dengan edukasi masyarakat dalam memahami risiko bencana.
Namun, BMKG juga menegaskan bahwa data awal bersifat sementara dan dapat berubah. Ini menunjukkan bahwa keilmuan seismologi modern tidak hanya menekankan kepastian, tetapi juga transparansi dalam mengkomunikasikan ketidakpastian ilmiah.