Mohon tunggu...
Febry S. L.
Febry S. L. Mohon Tunggu... -

Judge me. :)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Misteri Suara Kelas Menengah ke Atas di Pilkada DKI

1 Desember 2016   16:50 Diperbarui: 1 Desember 2016   17:02 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas jalanan ibukota

Tinggal dua bulan lagi akan digelar perhelatan akbar di Indonesia. Penuh intrik politik, penuh drama diiringi peluh yang mengucur demi sebuah kursi kekuasaan atas ibukota negara. Kampanye yang digelar sejak 26 Oktober lalu menjadi sebuah potret tersendiri bagi kita. Kemana para pasangan calon berkampanye?

Seperti yang sudah-sudah, setiap yang namanya pemilihan umum di negara ini, sasaran pertama yang dikejar simpatinya adalah dari kalangan dengan ekonomi bawah. Mengapa? Dengan rataan tingkat pendidikan yang rendah, minimnya akses media massa, terbatasnya ruang gerak dan lainnya menyebabkan kalangan ini adalah sasaran empuk mendulang suara. Lebih mudah termakan janji-janji politik dengan harapan begitu pasangan yang mereka coblos terpilih menjadi penguasa, mereka akan terangkat derajatnya. Ya, minimal tidak makan tempe sama nasi putih lagi.

Sayangnya, pengalaman ini tidak juga diambil hikmahnya oleh masyarakat kalangan ekonomi ke bawah. Mereka toh akhirnya tetap makan nasi putih dan lauk seadanya karena pada kenyataannya hidup mereka masih susah, baik itu mencari kerja karena tingkat pendidikan yang segitu-gitu saja atau susah bertahan karena semakin terhimpit kencangnya pembangunan.

Lucunya, saya melihat dalam kehidupan nyata di masyarakat kelas menengah ke atas di ibukota, ternyata Pilkada ini tidak begitu menjadi isu mayoritas. Saat berdiri di kereta setiap pagi dan sore berhimpitan, saya termasuk orang yang kepo, sehingga dengan sengaja saya mengintip aktivitas para karyawan-karyawati di sana sedang berinteraksi dengan smartphone-nya. Ada yang browsing toko online, instagram, ngobrol pekerjaan di aplikasi percakapan, browsing velg mobil, jual barang bekas di situs online, membaca komik di smartphone dan lain-lain. Dan ini saya lakukan selama setidaknya dua minggu terakhir. Di jalan raya pun begitu, Jakarta tetap normal. Semua beraktivitas seperti biasanya. Bekerja dan sibuk mencari rejeki di tengah bisingnya ibukota.

Aktivitas di kereta
Aktivitas di kereta
Pun obrolan di cafe, resto dan tempat mereka berkumpul. Obrolan tentang Pilkada dan intriknya hanya sekilas saja terdengar dan dibahas. Tidak ada yang lebih mendalam, karena mereka tahu, sekali melontarkan pendapat bodoh, maka akan dijadikan bahan celaan di antara mereka.

Selain itu, aktivitas di jalanan juga normal, semua orang berjalan cepat ke tempat kerja dan beraktivitas mencari uang seperti biasanya. Mengherankan bukan? Begitu gencarnya fitnah, caci-maki dan hasut-menghasut di jejaring sosial tentang Pilkada DKI, bahkan sampai ada komunitas seperti "Turn Back Hoax" untuk menangkis serangan berita ngawur di jejaring sosial. Namun, pada kesehariannya, masyarakat di ibukota, dalam hal ini kelas menengah ke atas, terlalu sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Apakah mereka tidak peduli dengan masa depan bangsa ini? Atau memang mereka sibuk mencari uang dengan bekerja? Di tingkatan ini, memang suara kelas menengah ke atas masih menjadi misteri. Pasangan yang cerdaslah yang akan berhasil mendulang suara mereka. Karena mereka tidak mudah dibuai dengan janji manis politik, tidak kekurangan informasi dan masih hidup berkecukupan baik dengan adanya hiruk-pikuk politik atau tidak.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun