Mohon tunggu...
Febriyant Jalu Prakosa
Febriyant Jalu Prakosa Mohon Tunggu... Guru - Buruh Pengajar

Seorang pembelajar yang mencoba terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Scaffolding ala "Dark"

13 Juli 2020   16:40 Diperbarui: 13 Juli 2020   16:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Ada seorang kolega yang sangat gemar bersosialisasi dan berbincang dengan orang lain mengenai problematika dan pengalaman sehari-hari; sebuah hal yang sangatlah wajar, bukan? Masalahnya adalah, beliau sering masa bodoh saat membicarakan orang yang tidak dikenal oleh si lawan bicara. "Si X itu ya, orangnya baik sekali. Kemarin mengantarkan saya sampai rumah." Lawan bicaranya pun tersenyum tipis, bingung hendak merespon apa, karena tidak mengenal si X. Bila saya di dekat atau berada di TKP (Tempat Kejadian Percakapan), maka saya akan mengingatkan beliau bahwa si lawan bicara tidak tahu siapa yang dimaksud.

Agar bisa nyambung, memang kita saling membutuhkan konteks. Sekedar konteks saja kadang tidak cukup, karena konteks yang dibangun secara bertahaplah yang akan membuat orang lain lebih memahami apa dan siapa yang sedang kita ceritakan. 

Karena pada dasarnya, orang lain tidak mengerti seluk beluk pikiran kita, maka haruslah kita tuntun secara perlahan supaya bisa mengerti jalan pikiran kita dengan benar dan jelas. Hal ini yang dinamakan scaffolding. Menuntun orang lain secara bertahap --terkhususnya di permulaan-- untuk membantu orang lain mengetahui dan memahami gambaran utuh dari penyampaian atau penuturan kita.

Dark adalah sebuah web series yang mengaplikasikan scaffolding secara menarik; meskipun masih banyak orang yang puyeng dibuatnya. Dark menceritakan sebuah kota fiktif di Jerman yang bernama Winden. Di kota ini, terjadi sebuah insiden kecil, hilangnya seorang remaja lokal setelah mengunjungi hutan bersama dengan teman-temannya. Singkat cerita, si remaja sesungguhnya masih berada di Winden, hanya saja di masa lalu. Nah lo. Perjalanan waktu lagi.

Mulai dari insiden ini, Dark membuka tabir secara perlahan dan bertahap mengenai apa sesungguhnya yang terjadi serta siapa saja yang berperan penting di dalamnya. Pada season perdana, banyak misteri terkuak yang mengaitkan masa kini, masa lalu, masa lalu yang lebih jauh, serta tak lupa masa depan sedikit disenggol. 

Terdapat sejumlah ikatan tak terduga yang ternyata ada di antara para tokoh dan membuat mereka saling terhubung, baik yang dicitrakan sebagai protagonis maupun antagonis. Hanya saja, beberapa ikatan tertentu masih tampak samar dan mengundang banyak spekulasi. 

Saat kita merasa sudah mulai memahami jagad Dark, season kedua membawa kita lebih dalam, dimana banyak asumsi dan penilaian kita tentang tokoh-tokoh tertentu dipatahkan; tanpa menghilangkan esensi penceritaan season sebelumnya sebagai pengenalan penonton terhadap dunia Dark ini. 

Kaitan antar tokoh semakin jelas, seiring penceritaan Dark juga meluas ke masa lampau pun masa depan yang lebih jauh. Dan ketika penonton sudah mulai merasa nyaman dengan perjalanan waktu yang tak lagi terasa rumit, Dark memberi sinyal tentang akan adanya ekspansi lebih jauh lagi, tepat di momen akhir season kedua. Secara personal, ini adalah season terbaik yang saya nikmati, dengan mempertimbangkan sajian twist dan eksplorasi penuturan cerita kelas wahid.

Memasuki season ketiga yang adalah season terakhir, saya cukup cemas; apakah show cerdas ini dapat memberikan sebuah akhir yang baik dan memuaskan? Karena sejumlah show besar lain mengakhiri kisah mereka dengan mengecewakan baik menurut kritikus serta para penikmat. 

Namun, dengan model penuturan yang sekali lagi bertahap, Dark mampu mengakhiri rasa penasaran penonton dengan resolusi yang bagi saya pribadi cukup manis. Membuktikan bahwa Dark adalah show yang spesial dan sangat menjaga kualitas mereka di hadapan penonton.

Pada akhirnya, saya merasa sangat nyambung dengan Dark karena para penggagasnya dapat menuntun para penonton secara bertahap agar dapat memahami apa saja yang hendak dikisahkan; walaupun dengan twist berlapis, cerita yang ada setidaknya tetap dapat dipahami bahkan dinikmati -- jika tidak membekas di hati. Mari kita belajar, seperti Dark, untuk membangun pola komunikasi secara bertahap, yang berorientasi pada pemahaman lawan bicara kita. Supaya apa? Supaya kita selalu nyambung dengan orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun