Kekerasan terhadap wartawan kerap terjadi, tidak hanya sekali, tapi berkali kali, banyak orang mengangap remeh profesi ini sehingga mereka berfikir untuk bebas menghambat atau menghalangi para wartawan untuk mencari berita. Salah satu contoh kasus yang baru ini terjadi terhadap Nurhadi, beliau merupakan jurnalis Tempo. Kasus ini menggemparkan dan manjadi buruk bagi kebebasan pers di negara demokrasi seperti Indonesia ini. Kasus kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi, yaitu dianiaya dan disekap di Gudang Graha Samudera TNI Angkatan laut Bumimoro Surabaya, selama 2 jam. Jurnalis Nurhadi pada saat itu menjalakan tugasnya sebagai wartawan, beliau melakukan liputan terkait Direktu Pemerikasaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji dalam kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejadian ini terjadi Ketika pengawal Angin menuduh Nurhadi tidak memiliki izin untuk meliput.
Dari kasus diatas bisa kita simpulkan bahwa masyarakat Indonesia masih awam atau masih belum mengetahui kebebasan pers yang sebenarnya. Kebebasan pers ini masih perlu disuarakan Kembali agar masyarakat Indonesia mengetahui dan lebih menghargai profesi sebagai wartawan. Kekerasan terhadap wartawan sendiri akan dikenakan hukum atau dipenjarakan paling lama 2 tahun dan dikenakan denda paling banyak 500 juta, Adapun sanksi  terlampir pada UU Pers nomer 40 tahun 1999 BAB VII ketentuan pidana pasal 18 ayat (1). Dan wartawan sendiri memiliki hak untuk menjalankan tugas nya untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dan menyebarluaskan gagasan, dan itu sudah tertera pada UU Pers nomer 40 tahun 1999 pasal 4 ayat (3)
Diharapkan untuk masyarakat Indonesia untuk tidak menyalahkan atau mengahalangi kerja para wartawan, karena berita yang mereka berikan itu juga untuk masyarakat Indonesia sendiri, untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain kasus yang diatas ada banyak lagi kasus kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Indonesia ini, ini lah mengapa masyarakat Indonesia perlu mengetahui kebebasan pers itu sendiri
Febriyan Maulana R, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)