Mohon tunggu...
Febri Resky Perkasa Siregar
Febri Resky Perkasa Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Warung Kopi

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Pentingnya Potensi Ekonomi Berbasis Digital Berdasarkan Kearifan Lokal

19 Januari 2020   11:49 Diperbarui: 19 Januari 2020   12:24 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Febri Siregar. 2019.

Era revolusi Industri 4.0 menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Berkaca pada perekenomian masing-masing daerah di Indonesia mayoritas masih bertumpu pada beberapa sektor tertentu. Misalnya sektor pertanian, peternakan, pariwisata, pertambangan, perdagangan, pengolahan, dan masih banyak lagi. 

Di era revolusi Industri 4.0 teknologi sudah menjadi barang wajib. Setiap proses pekerjaan akan menjadi lebih mudah dengan bantuan teknologi. Hal ini tentunya berkesinambungan dengan perekonomian.

Para kreator aplikasi ataupun game di Indonesia  yang mayoritas anak muda saat ini memiliki peran penting. Startup-startup Indonesia seperti GO-JEK, Traveloka, dan Tokopedia merupakan beberapa contoh karya anak bangsa yang telah sukses. Belum lagi karya-karya lain berbasis hiburan seperti game Tahu Bulat, DreadOut (Sudah difilmkan), Fallen Legion (Game PS 4 pertama asal Indonesia), Pamali: Indonesian Folkore Horror, Tebak Gambar dan lain-lain.

Sebetulnya banyak karya-karya anak muda lokal di setiap daerah yang belum terpublikasikan dengan baik. Contohnya Aming Anjas Asmara Pamungkas yang menciptakan antivirus lokal menggunakan visual basic asal Papua. Kemudian ada Zulqifli Hedrianto Tahir yang mengembangkan Foodme sebuah aplikasi pesan antar makanan yang memudahkan pemilik Gerai memasarkan makanan asal Kendari, Sulawesi Tenggara, lalu ada Habib Abdullah Wahyudi yang menciptakan game PC offline ber-genre FPS Survival Horror Zombie yaitu Our Last Stand: The Arena asal Kalimantan dan Lucky Putra Dharmawan yang berasal dari Kota Bandar Lampung terkenal dengan game andalannya Pocong Jump. Beberapa yang disebutkan tadi hanyalah contoh dari sekian banyak karya. Sebetulnya masih banyak lagi.

Mengangkat kearifan lokal berdasarkan teknologi di masing-masing daerah sangat penting sehingga dapat memberikan solusi dan dampak positif pada perekonomian. Misalnya di Bali atau di Lombok merupakan daerah yang terkenal dengan wisatanya. Maka diperlukan aplikasi yang dapat membantu serta memberikan solusi bagi wisatawan. Contohnya aplikasi yang berfungsi untuk membantu wisatawan menemukan tempat wisata lokal, bisa berisi review tempat wisata lokal, foto-fotonya, estimasi jarak dan lainnya.

Contoh lainnya di Kota Solo terkenal dengan berbagai macam kulinernya bisa saja ada sebuah aplikasi yang menerangkan rekomendasi kuliner berisi lokasinya, menu, dan review sehingga membantu para pecinta kuliner. Itu hanya beberapa contoh karena setiap daerah mempunyai keunggulan pada masing-masing sektor.

Maka dari itu selain diperlukan pengembangan dari para talenta/developer aplikasi dan game juga diperlukan upaya dalam memaksimalkan kearifan lokal daerahnya. 

Sebetulnya Pemerintah dalam hal ini sudah melakukan upaya melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf kini menjadi Baparekraf yaitu Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) yang bekerja sama dengan Dicoding Indonesia (Sebuah startup yang bertujuan mengembangkan ekosistem developer di Indonesia) dengan mengadakan Developer Day. Developer day sendiri adalah sebuah program pengembangan talenta developer lokal dengan menghadirkan pakar dan praktisi aplikasi dan game, singkatnya sharing session.  

Namun, yang dilakukan selama ini hanya berorientasi pada bisnis saja. Misalnya ada developer-developer lokal yang membuat aplikasi untuk daerah lain. Oleh karena itu dibutuhkan upaya dalam membuka pandangan bahwa kearifan lokal juga punya banyak peluang. Misalnya dengan mengadakan pameran aplikasi berbasis kearifan lokal dan kompetisi pembuatan aplikasi berbasis kearifan lokal di masing-masing daerah Indonesia.

Di balik semua ini memang terdapat problem yang dihadapi para developer aplikasi dan game baik pemain baru atau lama seperti modal, SDM, fasilitas, regulasi dan undang-undang serta market. 

Berdasarkan buku  Mapping & Database Startup Indonesia 2018 yang diterbitkan oleh MIKTI (Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi) terdapat 992 Startup di Indonesia. Tentunya di tahun 2019 hingga di awal 2020 ini jumlah tersebut akan bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun