Mohon tunggu...
Febrio Sapta Widyatmaka
Febrio Sapta Widyatmaka Mohon Tunggu... Lainnya - Warga Negara Biasa

Jika ditanya konsentrasi? S1 Kartografi dan Penginderaan Jauh. S2 Tropical Urban and Regional Planning. So, mungkin bahasannya tidak akan lari jauh dari seputar itu. Namun, saya juga peminat masalah soshum, politik "kekacauan", dan universalitas.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Berantem Itu Baik?

7 Agustus 2022   09:44 Diperbarui: 7 Agustus 2022   09:46 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak berkelahi. Sumber: https://hellosehat.com/parenting/remaja/kesehatan-mental-remaja/cara-melerai-anak-bertengkar/?amp=1

"Tolong bedakan antara kehidupan anak di rumah dengan di luar. Anak berantem dengan teman-temannya itu wajar. Itu kehidupan sosialnya. Biarkan saja!"

Pernah tidak mendengar kalimat seperti itu? Sebagian dari pembaca kemungkinan pernah mendengar langsung atau membaca ulasan bergaya kurang lebih seperti itu. Pernahkah terpikirkan dalam benak kita apakah konsep seperti itu benar. Atau paling tidak mencernanya sambil sedikit merasa-rasakan apakah enak untuk dimakan ataukah perlu sebagian disisakan untuk tak dimakan?

Sepertinya ada beberapa jalur pemikiran yang mendukung cara pandang seperti itu. Selain dari jalur "latah" mengenyam informasi dan pendapat, ada jalur lain lagi yang lebih saintifik, yakni kumpulan orang yang mengambil sikap dan tindakan atas dasar penelitian. Penelitian apa? Penelitian tentang otak misalnya. 

Kompas (2020) juga memberitakan bahwa membentak dan memarahi anak dapat mematikan pertumbuhan sel otak. Tak tanggung-tanggung, sumber yang diliput mengilustrasikan bahwa miliaran sel otak dapat berantakan dan mati. Kejadian tersebut tentu menjadi momok bagi pembaca yang berstatus sebagai orang tua. 

Tak jarang kita temui orang tua -bahkan mungkin salah satunya adalah pembaca- lantas mengambil sikap untuk tidak memarahi anak. Harapannya satu, yaitu tumbuh kembang otak anak akan maksimal dan tidak ada "sampah sel" di dalam otaknya. 

Akhirnya, apapun yang dilakukan anak akan dimaklumi. Tidak kah kita berpikir bahwa "pembiaran" yang kita lakukan itu justru membahayakan mereka?

Beberapa saat lalu penulis menyimak sebuah reel di media sosial yang menyampaikan pesan seorang terpidana mati perampokan disertai pembunuhan -kalau tidak salah-.

 Video pendek tersebut memuat kalimat yang kurang lebih "menuntut" kenapa sang ibu tidak menemani di saat-saat terakhir sebelum dieksekusi. Lebih dalam lagi, sang anak mempertanyakan kenapa sang orang tua tidak ikut divonis. 

Sementara, keberanian sang terpidana kala melakukan perbuatan kriminal itu dimulai dari keberanian saat kecil yang selalu dibela sang bunda. Pernah ia mencuri dan berkelahi di masa kanak-kanaknya dan ia mendapat pembelaan dari orang tua. 

Kenapa sekarang anak yang sudah dewasa tersebut harus dihukum ketika melakukan suatu perbuatan yang mirip yang dulu dilakukannya. Cara berpikir sang anak ini perlu kita cermati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun