Mohon tunggu...
Febrilia Akika Sari
Febrilia Akika Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Hello, how are you doing today? Hope you are doing well.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Diet Media Sosial

16 Juni 2021   14:19 Diperbarui: 16 Juni 2021   14:35 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://merchant.id/

Di era serba digital seperti ini, kehadiran media sosial membawa banyak sekali dampak posistif. Seperti kemudahan dalam mengakses informasi, hiburan, platform untuk mengekspresikan diri, mempermudah pekerjaan, misalnya saat ini media sosial telah membawa kemudahan bagi pembelajaran daring, dan masih banyak lagi. Karena kemudahannya inilah media sosial adalah media yang paling umum digunakan oleh masyarakat masa kini. Peggunaannya kini kian massif. Dan sebagian besar orang tidak bisa lepas dari media sosial.

Sebelum membahas lebih lanjut. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan media sosial? Dave Kerpen mendefinisikan media sosial sebagai teks, gambar, video, dan kaitan secara daring yang dibagikan diantara orang-orang dan organisasi.

Sedangkan menurut Wikipedia, media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain yang para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. 

Situs jejaring media sosial yang sering sekali digunakan oleh masyarakat masa kini yaitu, whatsapp, hampir semua orang memiliki Whatsaap untuk kemudahan dalam menjalin komunikasi. Ada Instagram, sebuah situs media sosial yang berisi gambar, foto, dan video yang diunggah oleh para instagramer. Lalu Youtube, situs media sosial yang berisi bermacam-macam video yang bisa diakses kapan saja asal perangkat yang kita gunakan tersambung jaringan internet. Ada juga twitter, Tiktok, dan masih banyak lagi.

Meskipun media sosial memberikan beberapa kemudahan bagi para penggunanya. Namun ternyata media sosial dapat menyebabkan kecanduan. Sama seperti kecanduan nikotin, bermain judi, alcohol, ataupun obat-obatan, penggunaan media sosial akan memberikan keinginan psikologis. Ketika kita mendapat respon positif dari orang-orang terhadap postingan yang kita unggah tentu saja kita akan merasa bahagia. Namun, apa yang akan terjadi jika orang-orang memberikan respon negatif terhadap unggahan kita di media sosial? Ya, benar. Kita akan kecewa, cemas, dan merasa tidak aman. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut tidak akan baik bagi kondisi psikologis kita.

Nah, perlu bagi kita untuk benar-benar membatasi dan juga bijak dalam menggunakan media sosial, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan

Beberapa bulan lalu, saya menjalani diet ketat penggunaan media sosial kurang lebih selama tiga bulan. Alasan utama kenapa saya sampai melakukan diet media sosial karena saya merasa cemas tiap kali membuka media sosial. Saya merasa cemas akan penilaian orang lain terhadap saya setelah mengunggah cerita, foto dan ataupun video di media sosial. Saya rasa saya terlalu berlebihan dalam menggunakan media sosial.  Bukan hanya merasa, banyak waktu saya terbuang sia-sia karena terlalu lama tenggelam dalam lini masa media sosial. Tidak ada hal bermakna yang saya lakukan. Saya hanya scrolling lini masa sampai ke akar, membaca komen dari postingan-postingan pamer kebahagiaan yang diunggah orang-orang. Yang sama sekali tidak ada untungnya bagi saya. Tapi bodohnya saya membuang waktu saya untuk hal yang tidak berguna.

Saya mulai berpikir jika saya terus-terusan melakukan hal ini tidak akan berdampak baik bagi saya, bagi kesehatan saya, terutama kesehatan mental. Seperti yang kita semua tahu. Bahwasannya media sosial dipenuhi dengan konten-konten berbau pamer. Dimana jika saya terlalu sering melihat konten seperti ini, saya akan berisiko lebih besar merasa bahwa hidup saya tidak beruntung, merasa insecure dengan kehidupan saya yang biasa-biasa saja, yang begitu-begitu saja.

Dalam teori kultivasi yang dikemukakan oleh George Gerbner, menjelaskan bahwa televisi sebagai media bertanggung jawab dalam membentuk dan mendoktrin konsepsi penonton mengenai lingkungan sekelilingnya. Teori ini berasumsi bahwa apabila penonton terus-menerus menerima informasi dari media, maka akan menimbulkan sebuah efek dan perspektif tertentu yang berkaitan dengan informasi yang telah diterima tersebut.

Meskipun fokus awal yang dibahas dalam teori ini adalah dampak dari televisi, namun konsep awal yang diusung dalam teori ini adalah terpaan media yang terjadi secara terus-menerus. Terpaan dari media yang terjadi secara simultan dan terus-menerus ini akan mempengaruhi pola perilaku dan juga pola pikir suatu masyarakat mengenai lingkungannya. Masayrakat akan cenderung melakukan hal sama yang dilakukan dari apa yang mereka tonton dari media. Misalnya disini adalah konten challenge. Konten ini mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan si pemilik konten. Contohnya challenge makan mie Samyang, bottleflip challenge, harlem shake, dan masih banyak lagi. Di mana fenomena ini terjadi karena pengaruh dari apa yang masyarakat lihat secara berulang-ulang.

Nah maka dari itu, saya melakukan diet ketat penggunaan media sosial dengan tujuan agar saya mengurangi terpaan akan hal-hal yang tidak terlalu penting yang ditawarkan oleh media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun