Mohon tunggu...
Febrihada Gahas
Febrihada Gahas Mohon Tunggu... Dosen - Menulis (bebas) biar bahagia !!!

LECTURER

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencegah Keterlibatan Anak Saat Kampanye Politik

19 Maret 2018   16:16 Diperbarui: 19 Maret 2018   16:20 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memasuki tahun politik, tentunya para calon kepala daerah baik di tingkat kota maupun provinsi beserta para tim sukse-nya sudah melakukan   kampanye.  Jika kita melihat fenomena kampanye saat ini, mayoritas para calon dan tim-nya melakukan kampanye di ruang publik dengan menggandeng seorang " figur"yang di kenal masyarakat. Para calon dan "figur" tersebut mempersuasif masyarakat. Maka tak hayal saat kampanye, para calon dan tim-nya memasang atribut, baliho partai dan foto para calon serta mendatangkan artis hiburan.  Terpenting adalah mereka mengerahkan massa sebanyak mungkin tanpa melihat batas usia. 

Pengerahan massa pada umumnya menjadi keteledoran tim sukses maupun penyelenggara kampaye, masih banyak anak-anak yang dijadikan sebagai simpatisan, penghibur di area kampanye. Padahal anak-anak tidak diwajibkan memilih ketika hari pencoblosan. Sebagaimana aturan pemerintah Pemilih pemula adalah remaja yang sudah berusia 17 tahun sesuai dengan undang-undang no. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan  Wakil Presiden pasal 7, "Warga negara Republik Indonesia yang pada hari  pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah  kawin. Lantas mengapa anak-anak kerap dilibatkan dalam kampanye?

Dunia anak-anak adalah dunia bermain serta belajar. Menurut Derajat,   periodesasi anak-anak sendiri terdiri dari empat periode mulai usia 0-14 tahun. Periode awal (bayi), masa ini anak-anak masih belum mengerti dengan hiruk-pikuk duniawi apalagi perpolitikan, bayi hanya bisa menangis, minum asi dan istirahat. Selanjutnya, periode dibawah bayi usia lima tahun (balita), usia anak-anak sudah masuk usia setahun sampai 4,5 tahun. Pada tahapan ini anak-anak sedang masa perkembangan, seluruh gerak-gerik dan ucapan orang tua dalam kehidupan sehari-hari terekam jelas dalam otak anak. 

Maka tak khayal, jika era sekarang mayoritas orang tua lebih mimilih menyekolahkan anaknya ke PAUD (pendidikan anak usia dini). Tujuanya, agar ketika masuk usia sekolah mereka tidak kesulitan dalam belajar atau beradaptasi dengan lingkungan pendidikan. Memasuki masa sekolah, tentunya para orang tua merasa sangat khawatir dengan keadaan anak-anaknya, suasana sosial sudah berubah, lingkungan anak-anak sudah menjadi kompleks. Terakhir periode anak akhir, saat anak-anak sudah beranjak remaja, biasanya sudah masuk sekolah lanjutan pertama. Tahap peralihan dari dunia anak-anak yang sering diawasi  ke dunia remaja yang masih krisis eksistensi/butuh pengakuan atas keberadaan dirinya.

Tidak seharusnya, anak-anak dilibatkan dalam berbagai kampanye walaupun mereka hanya sebagai penggembira, simpatisan atau bahkan sekedar untuk ikut bersenang-senang, hura-hura dengan meneriakkan yel-yel, slogan slogan kemenangan. Hal ini dkarenakan ada beberapa alasan mendasar, pertama anak-anak masih belum diwajibkan memilih sebelum usia 17 tahun, artinya keberadaan mereka tidak berpengaruh signifikan terhadap pemenangan. Kedua, anak-anak mudah merekam atau meniru seluruh tindakan/perilaku disekitarnya. Jika seoarang calon berkampenya dengan nada menyindir calon lawan, anak-anak akan meniru menyebarkan sindiran tersebut baik di rumah dan sekolah. Ketiga, anak-anak akan tumbuh secara prematur pemikiranya, tidak lagi polos dalam bertutur kata dan bersikap, mereka akan kehilangan dunia bermain, belajar,

Ada beberapa cara yang harus diketahui oleh orang tua atau seorang penggalang massa kampanye agar tidak melibatkan anak-anak terutama yang berstatus siswa sekolah dasar atau siswa sekolah lanjutan pertama (SLTP): 1. Para orang tua harus mengerti bahwa melibatkan anak-anak dalam kampaye adalah pelanggaran hukum karena telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 ayat 1, dalam undang-undang perlindungan anak menyebutkan " Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan  belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 

Sementara dalam  UU Pemilu, pemilih pemula berusia 17 tahun, berarti anak-anak di bawah  17 tahun tidak dibenarkan dilibatkan oleh parpol atau orang tua dalam  kegiatan politik apa pun. Keputusan KPU No 701/2004 menyebutkan, tidak  boleh membawa atau mengikutsertakan anak-anak di bawah usia 7 tahun.  Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye Pasal  40 ini merupakan pelanggaran tata cara kampanye. 

Kedua para orangtua harus lebih ekstra waspada atau hati-hati dengan adanya ajakan-ajakan dari oknum yang mengajak anak-anak ke arena kampanye meskipun mendapatkan sejumlah uang, jika terjadi ajakan, segeralah para orang tua melarang anaknya kemudian memberikan pengertian kepada si anak tentang efek negatif mengikuti kampanye. Ketiga,  para orang tua meningkatkan interaksi positif, merangsang pemikiran anak- anak agar berfikir kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun