Mohon tunggu...
Febrihada Gahas
Febrihada Gahas Mohon Tunggu... Dosen - Menulis (bebas) biar bahagia !!!

LECTURER

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Konflik Partai Hanura menjelang pilkada 2018

22 Januari 2018   13:07 Diperbarui: 22 Januari 2018   14:28 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya sangat tertarik sekali dengan kajian-kajian konflik, dimulai konflik di level per-orangan, kelompok dan masyarakat. Kali ini saya mencoba partai Hanura, sebagai objek kajian konflik. Sebagaimana diketahui khalayak, hingga kini partai tersebut belum menyelesaikan konflik internal partai. Menariknya konflik muncul menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018. 

Pertama saya menuliskan penyebab terjadinya konflik di partai tersebut, data-datanya terkumpulkan setelah membaca berita media online maupun cetak. Jika merujuk teori Galtung, konflik terjadi karena adanya perbedaan sikap, perilaku dan konfrontasi. Perbedaan sikap di partai Hanura dapat dilihat dari adanya musyawarah luar biasa (MUNASLUB) di DPP partai Hanura, Bambu Apus. Hasilnya, terjadi pemecatan terhadap Oesman Sapta Odang (Osso) sebagai ketua umum partai. 

Melihat Dinamika konflik partai Hanura, hingga kini masih belum tahap kritis. Artinya tidak ada jatuh korban apalagi sampai berdarah-darah. Belum banyak pihak yang dirugikan secara fisik maupun materil. Besar kemungkinan konflik bisa diselesaikan dengan damai tanpa ada cidera dari salah satu kubu. Caranya dengan mengadakan pertemuan bersifat rekonsiliasi. Salah satu kubu harus ada yang mengalah, karena apapun hasil rekonsiliasi pihak berkonflik dapat menerima.

Jika konflik tidak terselesaikan, setidaknya muncul dua akibat. Pertama elektabilitas mereka akan turun, konstituen akan menilai negatif terhadap keadaan internal partai. Kedua,  calon kepala daerah yang diusung partai merasa tersandera. Strategi pemenangan calon kepala daerah tidak berjalan maksimal. 

Kalaupun konflik partai merupakan Dramatisasi, pastinya ada sutradara yang menyuruh para aktor untuk memainkan peran dengan baik diatas panggung. Apa pun penyebab dan akibatnya, sang sutradara sudah mengetahuinya dengan membaca alur cerita atau skrip. Entah, apapun klimaknya dari drama partai Hanura.

  Demikian, penjelasan singkat kajian konflik di partai Hanura, kalau ada kekurangan itu sangat wajar. Karena saya bukan anggota partai tersebut. Mudah-mudahan ada yang meluruskan, memberikan pengetahuan baru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun