Mohon tunggu...
Humaniora

Kesenjangan Pendidikan Akan Karakter Bangsa

2 Mei 2017   06:42 Diperbarui: 2 Mei 2017   07:45 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya, pendidikan adalah tonggak penting suatu negara dalam membangun bangsa yang besar. Pendidikan berkaitan erat dengan pengembangan sumber daya manusia. Banyak orang mengambil pendidikan setinggi-tingginya hanya untuk mengeksplor kemampuan dirinya. Bukan hanya itu, tetapi untuk meraih gelar yang dapat menaikkan status sosial di mata masyarakat serta karier yang diimpikan. Namun, apakah lingkup luas pendidikan hanya sesempit itu?

Tepat pada hari ini yaitu tanggal 02 Mei 2017, Bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional serta memperingati akan jasa pahlawan pendidikan kita yaitu Ki Hadjar Dewantara. Perlu kami ingatkan kembali apa saja tiga semboyan mengenai pendidikan yang terkenal, yaitu:

  • Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan)
  • Ing madya mangun karsa (di tengah memberi kesempatan untuk berkarya)
  • Tut wuri handayani (dari belakang memberi dorongan dan arahan)

Pendidikan yang baik dimulai dari lingkungan keluarga, sebagai pendukung untuk pendidikan formal. Orang tua menjadi subjek utama sebagai guru untuk anak-anaknya. Keluarga menjadi tempat pembelajaran awal moral, kesopanan, dan sikap yang dididik untuk setiap anggotanya. Para orangtua juga bisa mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai tanggungjawab untuk hal-hal kecil seperti membersihkan tempat tidurnya setiap hari. Hal-hal tersebut merupakan pendidikan dasar pembentukan karakter seorang anak. Memiliki fondasi pendidikan yang kuat didalam keluarga akan menjadikan anak berkembang di lingkungan sosialnya. Baik di dalam lingkup keluarga, pergaulan, dan sekolah. Apabila ternyata dalam bersosialisasi, sang anak memiliki moral ataupun karakter yang baik maupun buruk, maka kemungkinan besar hal tersebut berpengaruh dari faktor internal ataupun eksternal keluarga.

Pendidikan formal lazimnya terjadi di lingkungan sekolah. Pada lingkungan inilah, anak-anak ditempa intelektual, karakter, dan moralnya juga. Mereka mulai diajarkan untuk bekerjasama dengan orang lain melalui tugas kelompok, yang mana harus dilakukan bersama-sama melalui pembagian tugas yang adil, namun beberapa dari anggota kelompok nyatanya tidak ada yang mengerjakan tugas kelompok tersebut. Dalam hal ini peran guru untuk membentuk karakter dan moral para muridnya harus ‘digencarkan’, mungkin dengan memberikan sanksi apabila tidak mengerjakan, secara tidak langsung apabila disosialisasikan terhadap murid-muridnya maka mereka akan mengerjakannya secara terpaksa. Ada pepatah yang mengatakan bahwa terbiasa karena dipaksa. Mungkin mereka terpaksa mengerjakannya, namun akan memiliki karakter dan moral seperti lebih bertanggungjawab menyelesaikan tugasnya.

Di lingkungan sekolah, anak-anak juga diajarkan pendidikan mengenai nasionalisme. Seperti belakangan saat ini, banyak terjadi isu-isu mengenai nasionalisme seperti SARA. Hal ini menunjukkan bahwasannya mereka kurang mendapatkan pendidikan mengenai nasionalisme. Apabila pendidikan nasionalisme tidak diajarkan baik secara langsung maupun tidak langsung, maka akan menjadi bomerang sendiri bagi bangsa dan negara ini (perang antar warga sipil). Pendidikan mengenai moral saat ini di lingkungan sekolah seakan-akan menghilang dari dunia pendidikan.

Menurut UNESCO melalui Globalization Education Monitoring (GEM) 2016, menjelaskan bahwa Indonesia mengalami kemerosotan yang tajam dalam bidang kesenjangan mutu pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sekarang ini fokus terhadap permasalahan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar menjadi lebih baik di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), yang artinya pendidikan yang didapatkan anak-anak di daerah timur (Maluku dan Papua) harus sama dengan apa yang didapatkan anak-anak di daerah maju seperti DKI Jakarta, Solo, Surabaya, dan kota besar lainnya di Indonesia.

Serta menurut Central Connecticut State Unversity pada Maret 2016 lalu, tingkat literacyNegara Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara di dunia. Hal ini dikarenakan tingkat baca di Indonesia masih sangat kurang. Di zaman serba canggih ini, generasi muda lebih menyukai secara instant (re: google), memang mem-browsing di google juga merupakan kegiatan membaca, tapi ada baiknya membaca langsung dari buku, karena bisa saja informasi yang disampaikan di internet merupakan perpaduan antara opini pembaca dan  buku. Sungguh peringkat yang mengkhawatirkan untuk minat baca buku di Indonesia. Padahal ilmu banyak di dapat dengan membaca buku.

Pendidikan yang selanjutnya yang didapatkan oleh generasi muda adalah dari lingkungan masyarakatnya. Di lingkungan ini mereka memahami akan perbedaan setiap karakter dari masing-masing individu, peran keluarga juga sangat berpengaruh di sini, karena mereka bisa membantu anak-anak untuk bersosialisasi dengan baik dan juga memahami lingkungan sekitarnya. Saat ini Indonesia mengalami darurat akan moral dan karakter pada generasi muda. Perlu dipahami dan ditanamkan sejak dini bahwa penanaman karakter dan moral seperti bersikap jujur, tepat waktu, dan juga mengurangi sifat egois sangat diperlukan untuk saat ini.

Namun seperti yang kami bilang di atas, di abad ke-21 ini  semakin lunturnya moral karakter generasi Bangsa Indonesia. Mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari seperti kurang sopannya generasi muda terhadap orang tua (membiarkan orang tua lansia berdiri di bus sedangkan yang muda diam duduk saja), acuh terhadap kepedulian lingkungan (buang sampah sembarangan), lunturnya moral budaya Indonesia (mengikuti selebriti media sosial yang tidak patut dicontoh gaya dan bahkan perilaku senonohnya), dan masih banyak contoh negatif yang dapat dilihat setiap harinya.

Melihat dari contoh-contoh di atas yang semakin banyak ditiru generasi muda bangsa Indonesia, dimanakah peran pendidikan terhadap karakter bangsa ini yang sesungguhnya? Generasi muda Indonesia-lah yang harus menanamkan semangat peran pendidikan pada karakter Tanah Air kita. Tidaklah kita malu melihat teman-teman kita di luar sana yang tidak bisa menempuh pendidikan secara baik karena terbentur ekonomi yang sulit dan disabilitas, mereka semua masih ada semangat juang untuk pendidikan. Lantas, dimanakah semangat pendidikan kita sebagai generasi muda yang utuh untuk karakter Bangsa Indonesia, bagi kita yang beruntung ‘mengenyam’ pendidikan? Kita sebagai generasi muda penerus founding fathers bangsa Indonesia seharusnya mengimplementasikan pendidikan dalam kemajuan karakter Indonesia.

Seperti judul pada opini ini, pendidikan bisa dijadikan bahan refleksi pembentukan karakter rakyat Tanah Air. Karakter pribadi yang kuat bisa dimiliki oleh setiap orang. Karenanya, generasi bangsa Indonesia harus siap secara fisik, mental, dan tentunya ilmu. Ada pepatah yang mengatakan ‘tidak ada kata terlambat untuk memulai hal positif’.  Maka dari itu, mari kita bangun karakter kuat untuk memajukan dan mengembangkan Tanah Air. Raih pendidikan dengan baik dan tekun. Dengan demikian, peran keluarga, sekolah, dan juga masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang saling mendukung dan juga bersinergis satu sama lain,agar terbentuk dan terbangun karakter Tanah Air yang bermartabat dari pendidikan bangsa sendiri. Dan kitalah generasi muda yang akan menentukan bahwa Indonesia nantinya akan semakin maju atau semakin mundur?

 

Ditulis oleh:

Febrehane Sabattini/ 21 tahun

Hartati Vidiana/ 19 tahun

Mahasiswi yang masih belajar Karakter Tanah Air

(April, 2017)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun