Mohon tunggu...
F Daus AR
F Daus AR Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Penggerutu

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Nasib Kota Diperhelatan Pilkada Sulawesi Selatan 2020

14 Januari 2020   10:13 Diperbarui: 14 Januari 2020   10:20 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hatib Kadir dalam blognya (econanthro.wordpress.com) mengulas buku Rebel Cities, From The Right to The City to The Urban Revolution karya David Harvey. Pendapat Harvey mengimajinasikan kota sebagai ruang untuk memutus kesenjangan dan keterasingan antar kelas bawah. Kota seharusnya dibangun untuk menampung kepentingan kolektif dari siapapun.

Mengacu pendapat Harvey, tentulah berkebalikan dengan pembangunan di Pangkep. Sebagai kota kabupaten yang tidak terlalu menampung kelebihan heterogenitas, tetapi tetap saja perlu perencanaan alternatif agar warga hidup nyaman. Namun, bukankah, kapitalisme memerlukan urbanisasi sebagai jalan mengakumulasi sumber. Harvey dengan kasar menyebutnya: accumulation by dispossession. Memang, ada hak warga yang dirampas dari model pembangunan yang mengarah pada privatisasi.

Model pembangunan kota, kalau diperhatikan cenderung seragam. Hal jamak dilakukan, ialah menandai satu kawasan dengan pemasangan jejeran huruf untuk menamai kawasan tersebut. Di Taman Musafir pernah dipasangi jejeran huruf terbuat dari stenlis atau beton. Sialnya, jejeran huruf itu rusak lalu dihilangkan.

Hal demikian memanglah teknis. Mari kita melangkahinya dan melihat lebih luas pembicaraan kota. Para kandidat, persisnya tidak eksplisit membicarakan kota secara fisik, melainkan membuat wacana abstrak menyangkut suprastruktur manusia. Sayangnya, pembicaraan semacam itu bersifat jangka pendek.

Tahun lalu, banjir merendam sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan dan menelan korban jiwa. Sebagian wilayah itu bakal menggelar pilakda. Di Barru dan Maros banjir malah melumpuhkan kota. Adakah wacana ini menjadi perencanaan para tokoh yang bakal bertarung di pilkada.

Jika iya, seperti apa strategi perencanaan kota agar menjadi ruang nyaman warga. Menilik model pembangunan yang seragam, banjir tak bisa dilepaskan semata situasi alam. Asumsi seperti itu sungguh bias dan menajuhkan masalah ke tataran abstrak.

Pilkada tahun 2020 di Sulawesi Selatan pemilihannya bakal digelar pada September. Terhitung masih ada tujuh bulan. Namun, sejauh ini, melalui alat peraga sosialisasi, para bakal calon masih mengulang visi klise. Seolah merebut kota hanyalah lelucon dan seenak perut memajang wajah di balik baliho di tepi jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun