Oleh: Syamsul Yakin (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Raisa Fazila Farsa (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Puasa dan Perannya dalam Membangun Peradaban Takwa
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa puasa bukanlah ibadah baru. Umat-umat sebelum Islam juga sudah mengenal puasa. Artinya, puasa adalah bagian dari fitrah manusia---kebutuhan alami untuk menyucikan diri, mengendalikan hawa nafsu, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Puasa dalam Agama-Agama Lain
 Bukan hanya Islam yang mengenal puasa. Umat Yahudi punya puasa Yom Kippur, sedangkan Kristen menjalani masa puasa sebelum Paskah (Lent). Dalam agama Hindu dan Buddha, puasa dilakukan sebagai latihan mengendalikan diri dan melepaskan diri dari hal-hal duniawi. Bahkan di zaman Mesir kuno, puasa dipercaya bisa membersihkan jiwa dan tubuh.
Bentuk puasanya pun beragam. Ada yang hanya menahan makan dan minum, ada yang tidak melakukan kegiatan tertentu, bahkan ada yang memilih diam tidak bicara, seperti puasa Maryam yang disebut dalam Al-Qur'an.
Makna Puasa dalam Islam
 Puasa di bulan Ramadan tidak hanya soal menahan lapar dan haus dari pagi sampai malam. Tujuan utama puasa adalah membentuk diri menjadi pribadi yang bertakwa. Takwa berarti sadar bahwa Allah selalu mengawasi, lalu menjadikan hal itu sebagai pedoman hidup untuk berbuat baik.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan jahat, maka Allah tidak membutuhkan ia meninggalkan makan dan minumnya."
(HR. Bukhari)
Hadis ini mengingatkan bahwa puasa bukan hanya soal fisik, tapi juga soal hati dan sikap. Saat puasa, kita dilatih untuk berkata jujur, bersabar, tidak marah-marah, dan peduli dengan sesama. Inilah yang disebut sebagai penyucian jiwa atau tazkiyatun nafs.
Dampak Sosial dan Peradaban dari Puasa