Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangisan Sepanjang Masa

2 Maret 2017   16:32 Diperbarui: 3 Maret 2017   08:00 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pernah suatu masa yang telah jauh berlalu, saya menangis. Masa itu masih kecil, belum sekolah dasar. Saya tidak TK. Masa itu anak-anak kampung jarang di-TK-kan, apalagi PAUD. Itu masa kami yang lebih banyak di luar ruang, beda dengan masa kini.

Saya tak tahu kenapa masih ada ingatan akan hal ini dan kini muncul lagi. Lalu kini saya berpikir, kenapa itu muncul lagi? Pesan apa yang hendak disampaikan untuk pelajaran ke masa depan?

Sebelum menangis, kala itu saya pulang ke rumah tak ada siapapun. (Entah pulang dari mana, tak ingat. Sangat mungkin juga, saya terbangun dari tidur dan tahu-tahu sendiri di rumah) Ibu, Bapak, adik dan abang-abang, tak ada siapa pun di rumah. Ada hujan yang turun deras di luar menimpa atap rumbia rumah sewa kami. Bunyi hujan menimpa atap rumbia entah bagaimana. Lupa. Yang pasti beda dengan hujan menimpa atap seng. Bersamaan hujan, saya mendadak menangis lepas dan keras. Tahu sendiri anak kecil menangis. Melengking 'kan? Saya kira saya juga begitu kala itu.

Tak lama (atau lama menangis), Bapak pulang. Ketika pintu depan di buka dan melihatku menangis, ia bertanya, "Pakon klik (Kenapa menangis)?"

Saya yang masih bocah tak tahu kenapa menangis. Lalu berselang tahun-tahun perjalanan hidup, saya juga tak menemukan alasan saya menangis ketika ingatan akan ini muncul. Entah kapan itu, saya akhirnya sadar dan menemukan alasan kenapa menangis. Baru kini saya menulis dan membagikannya.

Lengkingan bocah itu, saya sendiri, adalah tangisan kesendirian. Apakah ada ketakutan merasuk ketika saya menangis karena kesendirian sebagaimana anak-anak kecil lainnya menangis saat sendiri?Saya tidak merasakan adanya "takut" hadir dalam jiwa.

"Perasaan kesendirian" itu masuk menyelusup merasuk jiwa disertai "kehampaan" jiwa. Hujan memberi andil memuluskan "perasaan kesendirian" itu menyelinap masuk ke jiwa bocah itu. Ia menangis, melengking, karena sendiri, hampa tanpa keluarga, tanpa orang-orang dekat yang dikenalnya, yang meramaikan dan menyalakan jiwanya.

Ia berhenti menangis bersamaan Bapak hadir dan bertanya, "Kenapa kamu menangis?"

Tangisan itu adalah tangisan kesendirian disertai kehampaan. Tangisan yang saya predikisi akan muncul, akan dan selalu di alami manusia sepanjang masa ketika disergap kehampaan. Kadang tangisan ini karena kesendirian yang hampa dan disertai ketakutan.

Ingatan ini menerangkan dan menegaskan kembali yang telah saya tahu bahwa manusia tak bisa sendiri, tak bisa hampa, tak bisa takut. Ia akan menangis jika mengalami perasaan itu terus. Ia bisa jalani hidup tanpa selalu diselimuti perasaan itu. Ia tak akan sanggup dan tak akan mungkin bisa hidup dalam kesendirian yang disertai kehampaan dan ketakutan.

Kemengertian ini, kesadaran ini membuka dan menunjukam akan kedirian dan ketergantungan kita pada manusia-manusia lain. Inilah saya kira pesan terdalam akan ingatan tentang tangisan itu. Tak bisa jiwa hidup sendiri, tapi kita tak bisa juga bergantung keluarga, kerabat, teman, dan kenalan. Kita tentu akan dialur waktu untuk mengalami sendiri, kini atau pada saatnya nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun