Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mogok di Hutan

12 November 2018   16:45 Diperbarui: 16 November 2018   19:11 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menarik nafas dalam. Kutelpon rekan-rekan di Tahuna yang punya mobil.

"Tolonglah, Om Tio. Darurat ini. Yang lain pada tak bisa," kataku mendesak. Aku pernah rental sedannya. Dia menyanggupi, tapi sedannya cuma bisa angkut empat orang. Kami pun harus menunggu sekitar dua jam sebelum sedan tiba ke lokasi kami. Sedan mengambil jalan memutar arah ke lokasi kami. Jalan terdekat yang biasa ditempuh kendaraan sekitar satu jam, tak diambilnya karena di titik-titik tertentu jalanan retak, tikungan patah, dan sisi jalan yang terancam amblas.

"Aman, Om?" Luqman, suami Prita turun dari mobil juga. Bertanya serius pada kami.

"Sabar, Pak, ya. Lagi dibereskan. Kalo tak bisa juga, ada mobil yang sedang ke mari menjemput kita."

"Lha, gimana ini? Ini mau malam. Kevin mulai tak nyaman. Si Kanaya pun sibuk mengeluh. Anak saya ikutan cemas. Emang berapa lama mobil jemputan ke mari?"

Berat hati kujawab, "Sekitar dua jam, Pak."

"Waduh, dua jam?! Sekitar 45 menit lagi mau malam ini. Berarti pas sudah malam kita masih di sini?! Bagaimana bisa begitu? Apa gak bisa lebih cepat mobil pengganti datang? Anak saya, kau tau dia kena asma. Kami pun pagi harus sudah di Bandara Naha. Pesawat kami berangkat pukul 07.00 ke Jakarta."

"Pak, jangan panik. Kami lagi berusaha. Gak ada yang mau keadaan begini!"

"Pokoknya kalian harus bertanggung jawab. Kalo anak saya terjadi apa-apa dan kami ketinggalan pesawat, kalian harus bertanggung jawab! Sudah tahu rute susah, kenapa bawa mobil rongsokan?! Emang kami bayar murah buat jasa travel kalian, tapi bukan seenaknya begini juga kami dilayani?!"

Aku emosi mendengar kata-katanya. Keadaan lagi susah, kenapa pegawai terhormat ini harus menyakiti dan membuat situasi tambah runyam. Mau kuluapkan kesusahan kami padanya supaya dia tahu keadaan kami. Aku ini tak punya pekerjaan tetap. Apa saja kulakukan yang penting halal. Melaut, jualan ikan, narik angkot, termasuk merintis bisnis jadi pemandu wisata sekarang ini. Aku ini pendatang di Sangihe, tak bertanah, berumah, dan modal apa-apa. Hanya modal pengalaman dan pengetahuan menjelajah pegunungan, lalu meyakinkan diri dan Om Her untuk merintis bisnis traveling ini.

Demi mendapat wisatawan, kami diam-diam memotong standar biaya jasa travel di sini . Kami juga nekat menjalankan bisnis ini meskipun belum mendapat izin dari Dinas Pariwisata dan tak punya asuransi untuk wisatawan. Minibus rongsok yang dihina Tuan Luqman terhormat ini, adalah angkot yang hari-hari alat mengais rezeki Om Her. Aku memanfaatkan modal terbatas dan meyakinkan Om Her, merintis usaha prospek ini demi tambahan untuk mencukupi kebutuhan kami tanpa mengemis apalagi mencuri. Om Her  butuh biaya berobat rutin untuk sakit jantungnya, biaya sekolah untuk anak terkecilnya, dan juga  melunasi utang-utangnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun