Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mogok di Hutan

12 November 2018   16:45 Diperbarui: 16 November 2018   19:11 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"What happened?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.

Kevin menjawab terbata dalam bahasa Inggris. "Anggi called Kanaya name is old maid. I am imagine Kanaya as a old maid." Kevin masih tergelak dengan tubuhnya terguncang-guncang minibus yang melintasi jalan tak beraspal.

"What?! Why?" Fred tak bisa menahan penasaran.

"Eh, Ndut!" Kanaya memanggil Kevin "gendut". "Seneng ya liat Kakak jadi perawan tua. Awas ya. Kakak gelitik, nih." Kanaya yang duduk di kursi seorangan, bersebelahan kursi Kevin dan kedua orang tuanya, mencoba menggapai Kevin. Kanaya urung menggelitik karena minibus berguncang.

Aku mencoba menjelaskan pada Fred, tapi Anggi dan Prita, serempak bersahutan menjawab. Fred lebih mendengarkan Prita yang duduk di depan kursi Fred. Anggi duduk paling belakang sambil selonjoran. "Jangan dipikirin, Fred. Itu cuma guyonan ABG." Begitulah arti kira-kira yang dikatakan Prita dalam bahasa Inggris yang fasih. Aku tak jago-jago kali bahasa Inggris. 

"Ini minibus tua,"  jelas Om Her dengan logat Timur-nya. "Bisa saya perbaiki, bisa juga tidak. Kalau radiatornya saja yang bocor, bisa saya perbaiki ini mobil. Tapi takutnya saya, sistem pendingin ini mobil ikutan rusak juga. Banyak sudah yang minta diganti ini mobil. Saya kan sudah wanti-wanti jauh hari sebelum hiking. Berisiko pigi dengan minibus tua. Apalagi jalan tak ramah. Ah, sudahlah. Ini mobil saya coba perbaiki terus. Tak tahu makan waktu berapa lama," kata Om Her masih menunjukkan muka susahnya.

Aku benar-benar susah hati. Kukira bakal selesai kerjaanku memandu wisatawan dengan lancar.  Perjalanan pulang sudah kuperhitungkan memakan waktu sekitar satu jam sampai ke Tahuna, berpapasan waktu magrib. Tapi, mogok di tengah hutan, menjelang malam pula, benar-benar bikin masalah. Sejauh mata memandang adalah hutan dan lembah-lembah tak bertuan. Penghuni terdekat terdapat di sebuah kampung, masih berjarak sekitar sekitar enam kilometer dari posisi mogok kami.

Fred keluar dari minibus. Mendatangi kami cuma bilang mau buang air besar. Tak peduli dengan yang sedang kami alami. Ia turun ke lembah dengan alat bantu tongkatnya. Membelah semak-semak, ke arah aliran sungai. Tua-tua berani. Egois juga iya. Aku cuma pesan padanya, jangan jauh-jauh dan lama.

Anggi juga turun. Memperhatikan hutan sekeliling. "Kenapa mobilnya, Om?" Anggi bertanya acuh tak acuh. Ia sibuk menyiapkan kameranya memotret. 

"Mogok," kataku. "Anggi silakan santai dulu sambil motret-motret, ya." Tanpa disarankan begitu, dia telah tahu apa yang mau diperbuatnya saat turun dari minibus. Kanaya tak turun. Kupastikan karena takut. 

Om Her sudah mengeluarkan peralatannya. Mencoba terus memperbaiki mesin mobil. Kuperhatikan wajahnya mengeluarkan keringat padahal udara sejuk. "Cari bantuan," bisiknya kemudian. "Saya tak yakin ini mobil bisa beres."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun